Saturday, May 03, 2014 3:40 PM
Teruntuk kamu,
yang kini tenggelam
hampa,
yang diam memendam rindu pada sosok yang sempat hilang,
yang kembali mengingini seberkas harapan.
- V -
- V -
Hai, sayang.
Dengarlah, betapa hujan kala sore ini
begitu mengalun deras,
membuatku tak kuasa menutup celah
saat bayangmu kembali hadir,
seolah memaksa ingatanku bekerja,
kepada sebuah kenangan.
Hai, sayang.
Entah aku harus membenci hujan atau
malah tetap menyukainya,
seperti di kala kita masih
berpegangan erat,
tanpa mau saling melepas,
saling menawarkan bahu sebagai tempat
bersandar,
tanpa mau saling melewatkan.
Sebab, hujan adalah saksi bisu,
yang diam-diam bersorak-sorai atas
kebersamaan kita,
namun ia juga yang diam-diam
meneteskan air mata,
atas perpisahan kita.
Hai, sayang.
Sempat terpikir dalam benakku, kau
adalah seorang pembual,
saat kau bisikkan,
“Aku pernah meminta seorang teman
hidup kepada Tuhan,
dan kemudian kau hadir sebagai
jawabnya.”
Namun, kureka kembali pintaku kepada
Tuhan,
“Tuhan, Engkau yang paling tahu apa
yang terbaik untukku,
dapatkah Kau memberiku teman hidup
seperti inginku selama ini?”
dan kemudian kau hadir sebagai
jawabnya.
Hai, sayang.
Kurasa terlalu tiba-tiba
kedatanganmu,
hingga menimbulkan tanya dalam benak.
Kurasa terlalu singkat perkenalan
kita,
hingga memburu gesa satu kedekatan.
Kurasa terlalu cepat kepergianmu,
hingga menyisakan tangis serta gurat
luka,
Kurasa terlalu sayang kebersamaan
kita,
hingga masih menetap namamu dan juga
kenangan.
Hai, sayang.
Sempat tak kumengerti ketika kita
perlahan berjalan menjauh,
bahkan tanpa punya waktu tuk mengucapkan
selamat tinggal.
Namun kini kusadari, temu masih 'kan mengundang kita,
dalam ruang dan waktu yang lain.
Hai, sayang.
Tuhan sungguh bermurah hati kepada
kau dan aku,
Panjatan doa kita dari ruang dan
jarak yang berbeda,
mempertemukan kita pada akhirnya.
Hai, sayang.
Tuhan sungguh kecewa terhadap kau dan
aku,
sebab bukan ingin-Nya mendapati kita
menjauh dari-Nya,
sebab kita dileburkan menjadi satu
tuk bersama merasakan kasih-Nya.
Kita telah salah mengartikan
segalanya,
menghentikan kita pada akhirnya,
yang kuharap hanya sejenak, adalah jalan terbaik.
yang kuharap hanya sejenak, adalah jalan terbaik.
Hai, sayang.
Terlampau dalam rasa yang kita
goreskan.
Terlampau dekat hati yang kita
lekatkan.
Terlampau berharga kenangan yang kita
miliki.
Terlampau indah hadiah yang Tuhan
berikan.
Hai, sayang.
Tuhan yang t'lah mengirimkanmu untukku,
Ia jugalah yang berhak mengambilmu kembali.
Kurelakan segala yang kuharap selamanya tetap,
asal kau tak lagi semakin jauh dari pada-Nya.
Kurelakan kamu yang kuharap selamanya tinggal,
asal kau semakin mendekat kepada-Nya.
Hai, sayang.
Sudahkah kukatakan kepadamu?
Meski bukan aku lagi yang kini
berjalan iringi langkahmu,
namun doaku ‘tuk kebahagiaanmu kuharap
selalu menyertaimu.
Tak sekali pun pernah ku lupa ‘tuk menyelipkan
namamu dalam doaku.
Dan lalu Tuhan mendatangkanmu kembali
kepadaku.
Hai, sayang.
Bila Tuhan sungguh dapat
mempertemukan dan menghentikan kita,
mengapa tak lagi kita minta pada-Nya,
‘tuk mengeratkan kembali genggaman
yang pernah terlepas,
‘tuk menyatukan kembali dua hati yang
pernah terpisah.
Hai, sayang.
Tentang sepenggal kisah lalu……
percayalah, Tuhan adalah penulis
cerita untuk kita,
ketahuilah, Tuhan adalah penggerak
langkah kita.
Mengapa tak lagi kita harap pada-Nya?
‘tuk melihat-Nya bersuka,
ketika Ia dapati kita berjalan
bersama selamanya,
di bawah naungan cinta kasih-Nya,
sebagai akhir cerita.
Hai, sayang.
Entah Ia memberi kesempatan atau mungkin juga tidak,
untuk kau dan aku memulai kembali.
Namun, sepenggal kisah lalu adalah memang untuk kita.
Cerita yang kuharap tersimpan rapat dalam hati,
tanpa harus lekang oleh waktu.
yang selalu merindukan
kamu,
yang tiada pernah pupus
harapan,
yang kini nyata merengkuh
lagi sekerlip cahaya.
- J -
- J -