Aku percaya akan segala apa yang
Tuhan rancangkan untuk hidupku.
Aku berpegang pada segala apa
yang ditakdirkan Tuhan untuk hidupku.
Aku percaya akan tuntunan Tuhan
untuk setiap langkahku.
Aku percaya pada segala kesulitan yang Dia beri akan
membawaku kepada sesuatu yang jauh lebih indah.
Aku percaya akan setiap kesedihan yang Dia limpahkan akan
tergantikan dengan berjuta – juta kali lipat tawa serta kebahagiaan tak
berhingga.
Aku percaya untuk setiap kehilangan yang menyakitkan ,
Tuhan akan mendatangkan yang membawa sukacita.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Teruntuk kamu.
Masih teringat jelas dalam benakku bagaimana saat itu kita
hanyalah dua orang yang tak saling mengenal, kemudian seperti diharuskan
mengenal satu sama lain karena kita berada dalam kelas yang sama.
Juga saat kita seperti diberi kesempatan untuk mengobrol
lebih banyak lagi saat kita berada di kelompok kerja yang sama di awal
perkuliahan kita.
Teruntuk kamu.
Kita memang belum berteman baik. Tapi sesekali berbicara
denganmu, aku mempunyai kesan yang baik terhadap kamu.
Betapa bersyukurnya aku Tuhan memberiku kelebihan untuk membaca
serta menyadari sifat orang lain melalui sebuah intuisi yang mungkin lebih
cepat dibandingkan dengan yang lainnya.
Dan kamu termasuk yang baik. Menyenangkan.
Teruntuk kamu.
Kita memang sudah berteman. Sesekali waktu kita bertukar
cerita walau hanya melalui pesan, bukan bercerita secara langsung.
Saat itu kesanku untukmu, kamu semakin menyenangkan.
Kamu membuatku merasa bahwa setidaknya ada seseorang yang
memahamiku di saat aku begitu sulit percaya dengan apa yang disebut pertemanan.
Teruntuk kamu.
Maaf aku tak mampu mengingat setiap detail perbincangan
kita.
Yang aku ingat saat itu matamu sembab, seperti habis
menangisi sesuatu.
Kemudian kamu bercerita. Dan aku mendengarkan.
Teruntuk kamu.
Semakin hari semakin aku menyadari, kamu berbeda dari yang
lainnya.
Tuhan seperti menunjukmu untuk menjadi bagian dari
perjalanan hidupku.
Apa kamu merasakannya juga?
Kuharap begitu.
Teruntuk kamu.
Setelahnya, kita semakin dekat. Entah apa yang menambah
panjangnya tali pertemanan kita.
Hingga akhirnya aku seperti menaikkan dirimu menjadi
seorang sahabat.
Walau tak pernah terpikir bahwa Tuhan akan memberikan aku
seorang sahabat.
Percayakah kamu, hanya sedikit sahabat yang aku punya?
Percayakah kamu hanya sedikit saja orang – orang yang bisa
kupercaya?
Percayakah kamu termasuk salah satu yang terpenting dalam mengisi
lembaran di buku kehidupanku?
Teruntuk kamu.
Hanya kamu yang membiarkan aku memilih dan berkata “Kamu
tau apa yang terbaik untuk dirimu sendiri.
Kamu tau segala resiko untuk setiap pilihan yang kamu ambil” di saat
orang lain berkata “Jangan”.
Teruntuk kamu.
Kamu selalu menjadi seorang yang menemaniku dalam mencari suka,
menghadapi duka.
Aku menyukai setiap kata – kata yang terucap darimu untuk
menguatkan aku di saat aku terjatuh.
Aku menyukai setiap kata – kata yang terlontar dari bibirku
sendiri untuk menopang kamu di saat kamu rapuh.
Teruntuk kamu.
Kamu ikut bahagia melihat aku bahagia.
Kamu menangis saat aku menangis.
Kamu menderita setiap mengetahui kesulitanku.
Begitu pun aku terhadapmu.
Teruntuk kamu.
Aku menangis saat kamu berkata “Tuhan Yesus juga baik menciptakan
kamu yang bisa MENGUATKAN banyak orang, bahkan saat kamu sendiri juga merasakan
hal yang sama, butuh dikuatkan.”
Teruntuk kamu.
Siang ini aku merasa seperti sedang menjadi kamu.
Begitu ikut merasakan kesesakan yang harus kamu hadapi.
Tak ada yang dapat kulakukan selain mendengarkan kamu,
bukan?
Membantumu berdiri, menopangmu agar kamu tak terjatuh
begitu dalam.
Teruntuk kamu.
Aku berusaha menguatkan kamu dengan memberitahukan kamu
tentang ini:
“Salah satu hal yang membuat aku begitu kuat dan lebih kuat
adalah karena aku mempunyai kamu, sahabat baik yang juga kuat di mataku.”
Bukankah saling memberi kekuatan sudah seperti sebuah
siklus yang otomatis akan kita lakukan bila salah satu di antara kita merasa
rapuh?
Teruntuk kamu.
Siang ini aku menangis mendengarkan voice note yang kamu
kirimkan untukku.
Oct 14, 2012 | 10:48 | VN71d82b35
“Jes, makasih ya buat kata – kata yang nguatin gue itu.
Makasih untuk lo yang selalu ada untuk back-up gue di saat gue udah bener –
bener ngerasa nggak kuat.
Yang pertama Tuhan Yesus, yang selalu tau gimana perasaan
gue sekarang. Dan yang kedua itu lo, Jes, yang paling tau apa yang gue rasain.,
apa yang gue rasa tuh gue udah nggak bisa lagi ngelewatinnya.”
Teruntuk kamu.
Bahkan saat aku menuliskan ini, aku menangis tanpa mau
untuk menghentikan air mata yang terus mengalir ini.
Aku merasa pantas untuk terharu dengan apa yang kamu
katakan.
Teruntuk kamu.
Terima kasih karena kamu membuat aku begitu berharga.
Terima kasih karena kamu membuat aku merasa begitu berguna
untukmu.
Terima kasih untuk semua suka dan duka yang telah kita
lewati bersama – sama.
Terima kasih karena kamu selalu menjadi kekuatan untuk aku
setiap kali terjatuh.
Terima kasih karena aku diijinkan untuk menjadi kekuatanmu
juga setiap kali kamu terjatuh.
Terima kasih untuk persahabatan kita.
Teruntuk kamu.
Terima kasih karena dari kisah kita aku bisa menuliskannya
ke dalam suatu tulisan yang tak seberapa ini.
Tapi aku ingin kamu tau.
Aku begitu menyayangi apa yang Tuhan beri untukku, termasuk
persahabatan yang sudah Ia rancangkan untuk kita.
Teruntuk kamu.
Aku berharap persahabatan kita takkan pernah mati. Dan akan
selalu ada. Hingga tiba saatnya nanti kita menutup mata.
Teruntuk kamu.
Kekuatanku, inspirasiku.
Teruntuk kamu.
Sahabat terbaik yang pernah aku punya.
Teruntuk kamu.
Maria Priscilla
♥♥♥♥♥
With Love,
Jessica Patricia. ♥
Post a Comment