6 November 2012 | 4:00 p.m
Sedari tadi langit begitu gelap.
Aku menengok ke arah jendela.
Perlahan, hujan yang tadinya
hanya rintik – rintik berubah menjadi hujan deras.
Tak ada bunyi petir menggelegar,
hanya saja kilatan cahaya yang begitu tajam membuatku memicingkan mata.
Dingin.
Tanpa sadar aku bergidik.
Kemudian mendekap tubuhku, memeluk diriku sendiri.
Aku menyunggingkan seulas senyum.
Kali ini aku melakukannya secara sadar.
Hawa dingin seperti membiarkan
aku merasakan waktu yang seolah diputar kembali, berjalan mundur. Aku seolah terbawa
mesin waktu saat cahaya – cahaya berkilauan menghampiri, membawaku kepada suatu
memori. Memori di hari hujan.
‘’Wah hujan! Ayo kita main di
luar!” seru seorang bocah laki – laki. Umurnya kira – kira sekitar 11 tahun. Ia
berlari ke arah halaman depan rumahnya.
“Aku juga mau main hujan!” kali
ini yang berteriak adalah seorang anak perempuan. Bocah juga. Mungkin usianya
kurang lebih 7 tahun. Dan ia pun beranjak menyusul bocah laki – laki tadi. Rupanya
mereka bersaudara.
Mereka bermain hujan. Saling
mencipratkan air hujan yang turun dari langit.
Sekali waktu sang adik masuk
kembali ke dalam rumah. Seenaknya saja dia menjejakkan
kakinya yang basah ke lantai rumah yang sepertinya baru saja dibersihkan. Tapi ia seakan tak peduli.
Ia berlari menuju tempat di mana
ia menyimpan mainan – mainannya. Ah! Ternyata ia membutuhkan peralatan
masak mainannya.
Bocah perempuan kecil itu
terlihat mengambil beberapa perabotan miliknya, seperti botol, mangkuk, sendok,
gelas, dan yang lainnya. Entahlah.
Kemudian ia kembali ke luar
seraya berteriak kepada kakak laki – lakinya, “Kak, ayo kita main. Kakak jadi
penjualnya dan aku pembelinya.” Suaranya lucu. Menggemaskan. Dan sang kakak pun
menganggukan kepalanya, tanda ia menyetujui ide adik perempuannya.
Sesekali tawa mereka terdengar.
Begitu riang. Begitu melukiskan kebahagiaan.
Hujan seperti pembawa suka cita
bagi anak – anak seusia mereka.
Anak – anak selalu senang bermain
hujan, bukan?
♥♥♥♥♥
“Deeeeeeek! Adeeeee! Lihat aku
bawa apa untuk kamu!” sang kakak berteriak dengan suara nyaring. Ia baru saja
pulang sekolah rupanya. Tergesa – gesa ia melepaskan sepatu dan kaus kakinya.

“TARAAAAAA!~” sang kakak
menyodorkan dua buah benda untuk sang adik.
“Wah! Balon sabun dan kertas
orji. Lucu banget, Kak! Aku suka. Gambarnya Hello Kitty. Asiiiiik,” seru si
adik gembira. Bola matanya yang berwarna hitam kecokelatan serasa berbinar –
binar.
“Selamat ulang tahun ya, Dek.” kakaknya
tersenyum tulus. Ternyata ini adalah ulang tahun adiknya.
“Ayo, Kak, kita bermain balon
sabun!” bocah perempuan itu menarik tangan kakaknya yang bahkan belum mengganti
baju seragam sekolahnya untuk segera bermain bersamanya.
♥♥♥♥♥
Di suatu hari sabtu ...
Kembali terdengar suara gelak tawa dari
arah kamar anak – anak. Hal ini membuat Ibu mereka masuk ke kamar kedua anaknya, hendak mencari tahu apa yang tengah mereka lakukan.
Klik. Pintu pun terbuka. Dan Ibu hanya
menggelengkan kepala sebelum akhirnya berkata, “Ya ampun kalian ini!”
Kedua kakak – beradik tersebut sedang bermain rumah –
rumahan ternyata!
Mereka menumpuk bantal – bantal besar yang mereka
ambil di ruang tamu, seolah – olah dibuat seperti bangunan rumah. Ada - ada saja kelakuan mereka ! Seperti tak pernah kehabisan ide yang menyenangkan untuk saling melepas tawa.
♥♥♥♥♥
Beranjak remaja...
Saat Ayah mereka membelikan sebuah Playstation seri terbaru, mereka senang bukan main. Bukan jamannya lagi bermain Nintendo, begitu kata sang kakak.
Saat Ayah mereka membelikan sebuah Playstation seri terbaru, mereka senang bukan main. Bukan jamannya lagi bermain Nintendo, begitu kata sang kakak.
Setiap hari kakak – adik ini bermain tanpa henti,
seperti tak kenal lelah berbagi canda dan tawa.
Sampai suatu hari, mereka bertengkar.
Mereka berdua merasakan kekesalan yang sama.
Biasanya mereka memang sering berdebat, tapi entah
kenapa kali ini mereka seperti saling terdiam.
Tak ada yang mau berbicara lebih dulu.
Bertambahnya usia mereka semakin membawa mereka ke
dunianya masing – masing.

♥♥♥♥♥
Suatu ketika di hari hujan……………
Seorang gadis belia berseragam sekolah kotak – kotak,
ciri khas sekolah Katholik, terlihat tengah berjalan kaki dengan
menggendong tas ransel di punggungnya.
Ia berhenti sejenak, mendongakkan kepala. Langit
begitu gelap.
Awan – awan tak lagi putih. Tapi terlihat begitu hitam
pekat. Menyeramkan.
Namun, sepertinya hujan ingin turun lebih cepat.
Rintik – rintik hujan mulai membasahi jalanan, tempat
ia memijakkan kakinya, tempat ia mengayunkan langkahnya.
Jelas sekali ia tak mau kehujanan! Ingin cepat – cepat
tiba di rumah.
Dan rumahnya tak jauh lagi. Sebentar lagi sampai!
Langkahnya semakin dipercepat.
Sampai kemudian gadis ini mendengar deru suara motor
di belakangnya. Mendekatinya.

Motor itu memperlambat kecepatannya dan benar saja si
pengemudi berhenti tepat di samping gadis itu. Ah! Ternyata itu adalah
kakaknya.
Gadis itu seolah mengerti sang kakak menyuruhnya naik
ke motor miliknya. Walau tanpa berbicara, sepatah dua patah kata pun tidak! Sesampainya di rumah, gadis itu masuk ke kamarnya. Ia
tersenyum. Senang atas apa yang terjadi hari ini!
♥♥♥♥♥
Dua tahun kemudian....
Jam menunjukkan pukul 1.30. Gadis ini tak juga bisa memejamkan matanya.
Jam menunjukkan pukul 1.30. Gadis ini tak juga bisa memejamkan matanya.
Bola matanya berputar melihat ke sekeliling kamarnya.
Gelap. Tentu saja. Karena memang sudah waktunya ia tidur, bukan? Lampu harus
dimatikan.
Pikirannya menerawang.
Sang kakak tak lagi berada di rumah ini. Tak lagi
tidur bersamanya. Di kamar ini.
Ia melongokkan kepala ke kasur sebelah bawah, tempat kakaknya
biasa tertidur.
“Apa gunanya di kamar ini menggunakan ranjang susun,
tapi tak ada yang tidur bersamaku. Huh.” Ia mendengus. Agak kesal. Atau
mungkin kecewa. Rindu, lebih tepatnya. Air mata pun menitik dari kedua sudut
matanya. Dan ia pun tertidur.
♥♥♥♥♥
_____________________________________________________________________________________
Hujan belum
juga reda. Cuacanya semakin membuatku menggigil.
Aku menyeruput
cokelat panasku.
Aku berjalan
menuju sebuah rak, membuka lacinya, dan mengambil sebuah buku di sana. Belum
begitu usang, tapi terlihat sekali buku itu tersimpan sudah begitu lama.
Berdebu. Aku membolak – balik halamannya.
Di buku yang lain ..........
February 5, 2007
Huh, hari ini aku bertengkar lagi sama kakak! Tapi aneh. Biasanya aku langsung berbaikan kembali dengannya. Masalahnya pun hanyalah masalah kecil. Tapi mengapa kali ini begitu berbeda.........?
February 10, 2007
Sudah hampir seminggu aku dan kakak tidak saling menyapa. Kami masih saja saling diam meski kami masih tidur di satu kamar yang sama. Rasanya aneh setiap kali tak sengaja bertemu muka dengannya. Ah! Aku rindu sekali bermain bersama kakak. Tapi, apa boleh buat. Ya sudahlah... :(
April 24, 2010
Rumah ini terasa begitu sepi sejak kakak tidak lagi tinggal di sini. Rasanya sudah menyakitkan berada dalam satu rumah namun hanya saling terdiam tanpa dapat berbicara. Ternyata, menerima keadaan bahwa aku takkan mampu menatapnya lagi dalam kebisuan sungguh amat sangat menyakitkan. Aku sedih setiap kali mengingat beberapa hari lalu saat ia masuk ke kamar, membereskan pakaian-pakaiannya, memasukkannya ke dalam sebuah tas besar miliknya. Mulai besok ia akan tinggal di rumah nenek karena suatu alasan. Ia takkan lagi berada di sini. Takkan lagi tertidur di kamar ini. Di kamar kami.
♥♥♥♥♥
Kuputarkan lagu
kesayanganku, Kiss The Rain milik Yiruma.
Setiap hari
hujan, aku merasa pantas untuk memperdengarkan lagu itu.
Lagunya seakan
berbisik, memintaku tuk menikmati hujan.
Mencium bau
hujan.
Merasakan
dinginnya titik – titik air hujan yang jatuh dari langit.
Mendengarkan
suara hujan yang membasahi bumi.
Dan
menenggelamkan diri tuk mengingat kenangan di hari hujan.
Kenangan masa
lalu.
Ya, anak
perempuan itu adalah aku. Dan laki – laki itu adalah kakak kandungku.
♥♥♥♥♥
Hey,
Entah kenapa
tiba – tiba aku terpikir untuk membuatkanmu tulisan ini.
Untuk setiap
kata – kata yang tak pernah dapat terucap.
Untuk setiap
waktu yang kugunakan untuk mencuri pandang ke arahmu setiap kali kita bertemu.
Untuk setiap
senyum yang merekah setiap kali aku melihatmu.

Untuk setiap kecanggungan yang kurasa selalu menumbangkan keberanianku tuk menyapamu.
Di sini. Di hatiku. Aku merasakannya. Rindu sekali.
Membingungkan.
Setiap kali
televisi menayangkan FTV yang bercerita mengenai kakak laki – laki dan adik
perempuannya, entah aku harus iri atau harus mendalami peran seolah – olah aku
dan kamu yang memainkan skenario?
Yang masih
terbayang – bayang di benakku sampai detik ini film Dealova, misalnya. Kisah tentang Karra yang mempunyai Iraz, sosok
kakak yang amat sangat kukagumi.
Dan baru
kemarin aku membeli sebuah novel karangan penulis favoritku.
Kamu tahu? Salah satu tokoh di dalam cerita itu mengingatkanku kembali akan sosokmu.
Sosok yang aku
rindukan. Seorang kakak.
Aku ingin kembali jadi
anak kecil. Aku mencintai kenangan masa kecil kita.
Sewaktu kita
beranjak dewasa, keadaan seolah berusaha memisahkan.
Bukan
pertengkaran kita yang membuat kita menjauh, kurasa.
Kamu seperti
tertarik dengan dunia yang baru, teman - teman baru.
Sehingga semakin mengacuhkan aku.
Sehingga semakin mengacuhkan aku.
Tak mau lagi
bermain denganku.
Dan sejak saat itu aku tau.
Dan sejak saat itu aku tau.
Aku memilikimu, tapi aku tak bisa meraihmu.
Aku mempunyai kamu, tapi rasanya seperti tak punya.
_____________________________________________________________________________________
Aku tak memiliki
apapun untuk kuberikan selain tulisan ini sebagai hadiah untukmu.
Dan juga………..
KENANGAN.
KENANGAN KITA.
........................................................
_____________________________________________________________________________________
Kukembalikan kenangan untukmu, sudikah kamu mengingatnya kembali?
Sudikah kamu
menerima dan menggenggamnya kembali?
:’)
_____________________________________________________________________________________
HAPPY
BIRTHDAY
TO YOU !!!
:'D

Post a Comment