“Sometimes we have to fight for
what we love and care about. But sometimes we have to find the strength to let
it go.”

____________________________________________________________________________________
April 27th, 2013 1:35 PM
Untuk:
Kamu yang (mungkin) mencintaiku,
Kamu yang (sempat) ku harap adalah pelabuhan terakhir,
Jonathan Sylvester.
Hey sayang.
Pagi ini aku
terbangun dengan rasa gelisah. Tidurku pun tak nyenyak. Rasanya apa yang terjadi
semalam masih terngiang dalam benakku.
Setiap aku mencoba
memejamkan mata, yang terlintas hanyalah bayangku dan bayangmu.
Yang paling
aku sukai adalah bayangan kita saat tengah saling mendekap erat dengan bibir
terkunci rapat.
Tak ada
patah kata namun kita tahu bahwa kita saling memiliki satu sama lain.
Di setiap
dekapan yang semakin lama kurasa semakin erat, aku tahu terlintas sekelebat
memori di mana aku dan kamu begitu tertatih – tatih berjuang di atas kaki kita
sendiri tanpa ada yang menemani. Tanpa ada yang menciptakan rasa hangat saat
dunia ini terlihat begitu dingin seperti ingin menyiksa batin kita hingga
membeku.
Di sela –
sela pelukan itu, sesekali kurasakan gerakan tubuhmu menunjukkan kegelisahan.
Mungkin kamu merasakannya juga saat memeluk aku. Karena kita tak ingin
lagi merasakan perpisahan dan kehilangan.
Namun itu pula yang menyebabkan sesak dan tangis dalam diriku. Sebab,
segalanya kini hanya bagai angan semata yang tak mampu kugapai.
Sayang, apa yang sedang kita jalani memerlukan rasa pengertian sepuluh
kali lipat lebih banyak daripada yang seharusnya.
Aku harus meredam rinduku karena terhalang waktumu yang sangat sedikit
untukku.
Aku harus menahan diriku untuk tak terlalu sering mengatakan, “Aku
merindukanmu….” sebab jawaban yang akan kuterima darimu adalah, “Tolong jangan
katakan itu. Sakit sekali rasanya bila aku membacanya. Karena kamu merindukan
aku sementara aku tak dapat menemuimu.”
Aku harus memaksa diriku puas hanya dengan mendengar kabarmu lewat
pesan tanpa mampu menatap sosokmu yang nyata.
Aku harus memaksa diriku lega dengan mendengarkan rekaman suaramu yang
kusimpan meski inginku adalah mendengar suaramu yang nyata bahkan deru nafasmu saja
pun tak apa.
Aku harus bisa memagut lekat diriku sendiri ketika dirimu tak dapat
hadir memberiku ketenangan lewat sebuah pelukan hangat.
Aku harus bisa menggunakan tanganku tuk menghapus setiap air mata yang
mengalir ketika kamu tak dapat meminjamkan milikmu tuk menyekanya.
Aku harus selalu mampu menyiasati lelahku meski kuakui berkali – kali aku
jatuh dalam ketidakberdayaan ketika menyadari bahwa bukan hubungan seperti ini
yang aku ingini.
Aku harus mendesak diriku sendiri tuk mencoba mengerti sesuatu yang
kutahu sulit untuk kumengerti.
Dan aku harus menelan pahit saat kamu yang kumengerti seakan tak dapat melihat
apa yang telah kulakukan.
Dan aku harus meneguk kekecewaan saat untuk perasaanmulah kukorbankan
perasaan milikku, namun kamu hanya menilai aku terlalu egois dan masih saja tak mampu mengerti keadaan kita.
Sayang, tak dapatkah kamu rasakan betapa aku berusaha membuat diriku
senyaman mungkin dalam kondisi yang sebenarnya tak pernah menawarkan
kenyamanan? Sebab aku mencintaimu.
Tak dapatkah kau rasakan betapa aku berusaha memberimu banyak
kenyamanan dengan mengerti dirimu dan keadaanmu? Sebab aku mencintaimu.
Tak dapatkah kau rasakan betapa aku bersusah payah bertahan dalam
memperjuangkan kita meski sesungguhnya mudah saja untukku melangkahkan kaki
bila kumau? Sebab aku mencintaimu.
Sayang, aku memang belum sepenuhnya dewasa. Dan kuakui sosok pria
dewasa yang mampu memimpinku dan mendewasakan pola pikirku adalah yang
kubutuhkan sejak dulu. Tapi kucoba tuk memahami bahwa usia tak selalu menjadi
tolak ukur kedewasaan, meski sulit. Sebab
aku mencintaimu.
Sayang, apa yang selama ini kamu rasa baik – baik saja sesungguhnya
hanyalah aku yang begitu pintar menyembunyikannya tersusun rapi.
Tak semestinya aku tunjukkan egoku tuk memaksamu memberikanku seluruh
waktumu, karena kutahu hidupmu bukan hanya tentangku.
Tak semestinya aku tunjukkan lelahku dalam penantian menggapai bahagia
milik kita, karena kutahu dirimu sudah begitu lelah dengan bekerja keras untuk
bertahan hidup.
Tak semestinya aku tunjukkan air mata tanda perihnya hatiku saat ternyata
kamu tak mau sekalipun menghargai peluh keringatku memperjuangkan kamu serta saat
kamu tak dapat melihat luka yang semakin menganga karenanya.
Sayang, betapa kurasakan perbedaan dirimu saat dulu pertama kali kita
bertemu dengan dirimu kini.
Betapa hidup yang terlalu keras begitu memaksamu bekerja juga dengan
kerasnya hingga bahkan untuk sekadar berkaca memperhatikan penampilanmu saja
mungkin kamu tak punya waktu.
Betapa aku ingin memperkenalkan kamu dengan rasa bangga di
depan ayah dan ibuku. Betapa aku berharap kamu dapat mengambil hati mereka
sebagai celah untuk kita mendapat persetujuan. Juga sebab aku tak ingin kamu dipandang sebelah mata oleh orang lain.
Sayang, betapa aku merasa tak berguna bila dengan adanya hadirku tak
dapat membuat dirimu menjadi lebih baik.
Namun kamu anggap apa yang kulakukan adalah sebuah penghinaan untukmu. Tanpa
mau menyadari segala yang kulakukan adalah salah satu bagian dariku yang masih
saja bertahan untukmu. Untuk kita.
Sayang, kini kurasakan benar – benar kelelahan tanpa mau bersusah payah
membangkitkan diriku sendiri. Bahkan setiap malam air matalah yang menemani
tidurku yang gelisah.
Sayang, bukan maksudku untuk tak ingin mengerti dirimu, namun bahkan
sesungguhnya ini bukan waktunya lagi bagiku memposisikan diri untuk selalu menjadi yang
mengerti.
Sayang, ingatkah kamu saat kulontarkan pertanyaan, “Apa yang kamu suka
dariku?” dan kamu menjawab, “Aku suka caramu mengerti aku.”
Dan kini kusadari benar – benar bahwa dirimu hanyalah menyukai caraku
mencintai yang memang sesuai dengan inginmu. Kamu bukan dan tak pernah benar
– benar menyukai caraku mencintai kamu……
Kamu telah terlalu nyaman dengan aku yang dalam bayangmu adalah sosok
yang selalu mampu mengerti dirimu.
Hingga hanya akan ada amarah yang membelenggu bila kamu dapatkan aku
tak mencintaimu dengan cara yang kamu inginkan.
Hingga letih dan isak tangisku takkan pernah terlihat sekalipun
kutunjukkan itu di depan kedua matamu.
Sayang, saat
pertama kali kita bertemu, kebahagiaan seolah adalah satu-satunya rasa yang
bisa kita nikmati.
Untuk
kembali jatuh cinta setelah terluka begitu dalam tidaklah mudah untukku.
Hati ini
sudah terlalu sering dipatahkan oleh mereka yang hanya berani mengucap janji
belaka, tanpa bersedia menjadikannya dalam wujud nyata, bahkan tak sudi untuk merekatkan
kembali kepingan-kepingan yang telah hancur.
Selalu
berakhir dengan aku yang membenahi sendiri pecahan-pecahannya.
Pikiranku
kacau. Sehingga pecahan itu tetap
menggores dinding hati sampai menciptakan luka sekalipun aku merapihkannya. Sayatan
tajamnya mengiris hatiku perih.
Dan sejak
hari dimana kamu hadir tuk membangkitkan rasaku yang lama mati, aku telah
meyakinkan diriku bahwa kamu adalah kado terindah dari Tuhan.
Atas
kesabaranku menunggu.
Atas
keletihanku menguatkan kembali hati yang rapuh dan hampir tak berbentuk lagi.
Atas
kesediaanku yang masih memperlihatkan senyum termanis meski besar inginku tuk
mengeluarkan seluruh air mataku hingga tak bersisa.
Tapi sekarang, bahkan kamu telah menjadi yang kesekian yang menciptakan
luka dalam hatiku.
Sayang, kurasa cukup untukku sampai disini.
Aku menyerah……………………
Sebab aku telah kehilangan sebagian diriku dan mungkin akan menghilang seluruhnya bila kupaksakan terus - menerus berada di sisimu.
Dan kutahu pasti apa yang ada dalam benakmu hanya akan ada hujatan akan
aku yang begitu tega meninggalkanmu.
Namun, harus mengerti dirimu yang bagaimana lagikah yang belum
kulakukan? Atau segala pengorbananku memang tak pernah terekam dalam benak dan
hatimu?
Bukankah selama ini kamu yang begitu tega mendesakku akan dirimu yang
tak pernah puas untuk dimengerti? :’)
Dan ketahuilah langkah kaki yang pergi bukan berarti tak lagi cinta.
Namun karena aku mencintaimu, mengakhiri segalanya adalah yang terbaik
untuk kita.
Sebab lelahku yang telah mencapai puncak takkan pernah bisa tuk
mengertimu lebih jauh lagi.
Kekuatanku telah habis hingga bertahan hanya akan terasa menyiksa kita
berdua dalam sesuatu yang seharusnya berakhir.
Sayang, untuk segala ucapan maaf yang mungkin amat sangat kamu butuhkan terlontar dari bibirku, aku akan melakukannya.
Maaf untuk segala yang pernah menyakiti hatimu.
Meski sesungguhnya sakit yang kurasa begitu teramat sangat, namun aku takkan berbalik memintamu mengucapkannya juga.
Sebab mungkin kamu tak menyadari apa yang telah kamu lakukan untukku.
Sebab mungkin kamu tak mengerti apa yang telah kulakukan untukmu,
Jadi biarlah
waktu yang akan menjelaskan dan memperlihatkannya untukmu.
Sayang, bila nanti kamu tersadar bahwa tak lagi dapat menemukan seseorang
sepertiku yang sungguh – sungguh mencintai kamu, kuharap simpan sesalmu.
Sebab terkadang kehilangan adalah cara terbaik untuk menyadarkan kita akan siapa yang
benar – benar mencintai.
Dan jangan khawatir, kepergianku adalah awal untukmu menciptakan sesuatu yang lebih baik dari sekarang.
Kamu takkan mendapatkan yang sama memang, namun
yakinlah suatu hari nanti akan ada 'dia' yang telah dipersiapkan untukmu.
Sayang, maaf aku tak dapat bertahan lebih lama lagi. Maaf bila aku bukanlah seorang yang mampu untuk mengerti segala tentangmu.
Sebab hidupku bukan hanya untuk mengerti kamu.
Juga maaf karena aku tak dapat menjadi kenyataan
untukmu. Sebab rupanya kita hanya mampu menjadi kenangan.
Sayang, meski kini bukan lagi kita yang diperjuangkan, tetaplah
memperjuangkan hidupmu. Raih masa depanmu.
Doaku takkan pernah terputus untuk kebahagiaanmu. Sebab mendoakanmu
adalah satu – satunya caraku mencintaimu, dari kejauhan.
Terima kasih untuk kebersamaan kita.
I love you…… So much....
But I have to let it go .......:')♥
Aku yang tulus mencintai kamu meski tak pernah terlihat matamu,
Aku yang ternyata hanya mampu
menjadi persinggahanmu,
Jessica Patricia
_______________________________________________________________________________________
"So just let this come crashing down
There's no way to fix it now.
We're lost in the crowd and our love will soon decay. Just look at the mess we've made.
We both know that we can't stay. -AJ Rafael"