May 28th
2013, 5 PM | backsong: Utada Hikaru - First Love (Piano)
____________________________________________________________
Hari ini aku kuliah
seperti biasa. Diawali dengan Supervisory Class pukul 08:00. Khusus hari ini
aku merasa mata kuliah ini seperti membawaku ke dalam dunia yang begitu dekat
dengan kehidupanku sehari – hari. Mungkin bisa dikatakan hal ini hampir sama
dengan segala sesuatu yang berbau psikologi. Tentang bagaimana manusia
diciptakan dengan masing – masing karakter yang berbeda.
Entah bagaimana
caranya, dosen Supervisory meminta aku beserta teman – teman yang lainnya untuk
menuliskan dalam sebuah kertas tentang setidaknya satu atau dua orang teman di
kelas.
Kami diharuskan
menuliskan tentang apa kelebihan dan kekurangan serta diakhiri dengan saran
yang diharapkan bisa menjadi motivasi untuk berubah menjadi pribadi yang lebih
baik.
Satu nama yang langsung
muncul di pikiranku adalah sahabat terbaikku, Maria Priscilla. Dan tanpa perlu
aku bertanya siapa nama yang hendak ia tuliskan pun, aku tahu dia akan menulis
tentangku juga.
Setiap hari, termasuk
hari ini, selalu kusebut nama Tuhan dengan penuh pengharapan akan sesuatu yang
baik dilimpahkan kepadaku. Dan hari ini adalah satu dari sekian banyak hari
baik yang Tuhan beri untukku.
Tibalah saatnya satu –
persatu dari ungkapan kecil kami dibacakan di depan kelas oleh dosen kami…………………………………
“Jessica Patricia…..
Satu – satunya yang mampu mengerti saya HAMPIR sama seperti saya mengerti diri
saya sendiri. She’s a good partner for me. Jessi satu – satunya yang membuat
saya mampu percaya (lagi) pada sosok yang bernama sahabat. Menemukan orang
seperti dia begitu sulit di dunia ini. Terlebih lagi kita tak ada hubungan
darah. Dan kekurangannya, Jessi terkadang suka menyembunyikan kekesalan yang
sedang dia rasakan walau entah mengapa saya hampir selalu mampu untuk tahu
bahwa dia sedang tidak baik – baik saja. Jessi juga terkadang suka lepas
kendali ketika tak mampu mengontrol emosi lalu akhirnya menangis. Dia sangat
mudah mengeluarkan air mata pada hal – hal yang mungkin menurut orang lain
sangat aneh tapi tidak menurut saya. Dia adalah sosok yang mampu saya mengerti,
begitu juga sebaliknya.”
Ya... Kamu benar...Kamu
amat sangat mengerti aku.
Sebab saat kata demi
kata diucapkan, seketika itu juga tetes air mata mengalir meski aku sekuat
tenaga menahannya agar jangan sampai jatuh.
Dan lagi – lagi kamu
benar, sahabat. Aku memang sangat mudah mengeluarkan air mata. Namun, apa yang tidak
lebih melegakan ketika tersadar kamu dapat memiliki seseorang yang sungguh –
sungguh mengerti kamu, bahkan bersedia ada dalam suka maupun duka?
Kamu adalah jawaban
atas segala doa serta pergumulan yang sejak lama tercipta dalam hati dan
benakku.
Di saat kurasakan
begitu banyak mereka yang berlaku seakan teman namun menikamku dari belakang,
Di saat ku mengucap
harap di hadapan Tuhan, “Jika Engkau berkenan, tunjukkanlah siapa temanku dan
berikan aku seorang sahabat…….Hanya seorang, Tuhan….”
Kemudian Dia mempertemukan
aku dan kamu.
Di saat kurasakan
takkan ada yang bisa mengerti segala tentangku terkecuali Sang Pencipta dan
diriku sendiri,
Di saat ku bisikkan
harapan di hadapan Tuhan, “Aku sadar hanya Engkau yang mampu memahami setiap kata,
perbuatan, bahkan hingga tetes air mata milikku. Kuatkan aku dalam segala aral
yang melintang dalam hidupku. Aku tahu aku mampu dengan adanya Kau bersamaku.”
Kemudian Dia
mengirimkan kamu, sebagai perantara untuk menguatkan aku.
Di saat kurasakan tak
ada lagi alasan untuk aku berupaya mengerti dan berbuat segala yang baik
terhadap orang lain,
Di saat kuucapkan kata
dengan putus asa di hadapan Tuhan, “Apa masih ada tanda yang mengharuskan aku
untuk tetap menjadi aku yang seperti ini Tuhan? Atau haruskah aku menjadi sama dengan mereka yang melukai aku? Tak bisakah kubalas mereka dengan cara yang
sama seperti apa yang mereka perbuat?”
Kemudian Dia
mendatangkan kamu, yang hingga sekarang selalu mengingatkan aku untuk tetap
berbuat kebaikan sekalipun lelah seringkali seperti menggoda agar aku berhenti.
Kita memang hanyalah
manusia biasa. Terkadang, ego dan emosi yang tak terkendali pernah membuat kita
berselisih meski sesungguhnya kita tahu kita tak ingin.
Bahkan kita sempat
hampir dipisahkan oleh seseorang yang mungkin saja juga Tuhan kirimkan untuk
menguji kekuatan persahabatan kita.
Namun, segala kekesalan
yang ada seketika hilang ketika kuingat kembali waktu di mana kita berdoa bersama,
menangis di hadirat Tuhan, lalu sempat kubisikkan kalimat dengan tersendat –
sendat sebab tangis membuat kita sesak bersamaan, “Gue takut kalau suatu hari nanti kita terpisah.” Kamu menjawab, “Nggak Jes, nggak akan. Kita selalu sama –
sama ya.” Kemudian kita berpelukan erat.
Maria Priscilla… Di
manapun kamu berada saat membaca ini, aku hanya ingin mengungkapkan penggalan
kata – kata ini untukmu:
Terima kasih karena
kedatanganmu membuatku semakin percaya akan kebesaran dan mukjizat Tuhan kita.
Kehadiranmu adalah wujud nyata kasih Tuhan untukku. Dan kuharap kebersamaan
kita adalah juga jawaban atas doamu selama ini.
Meski mungkin kita tak
memiliki waktu banyak untuk bersenang – senang, namun untukku waktu kita saling
berbagi derita dan bagaimana kita saling menguatkan satu sama lain adalah hal
yang lebih bahkan selalu menjadi yang paling berharga.
Bila suatu kali aku tak ada di sampingmu saat kamu tertawa, namun ingatlah aku akan tetap dan selalu bersedia ada di sampingmu di saat kamu menangis.
You are the second that
makes me should thank to God, after my family.....
Apakah ini sesuatu yang
berlebihan? Mungkin.
Tapi tidak… Dan tak akan pernah untuk mereka yang tahu, memahami, merasakan, terlebih memiliki SAHABAT!
Tapi tidak… Dan tak akan pernah untuk mereka yang tahu, memahami, merasakan, terlebih memiliki SAHABAT!
♥♥♥♥♥♥♥
"A friend is someone who can see the truth and pain in you even when you are fooling everyone else."