The Little Thing Called Love Episode 10: 7 DAYS

_____________________________________________________________________________________


Hari ke-1, April 27th 2013.


Kita berakhir.



Hari Ke-2, April 28th 2013.


Perasaanku masih terbebani rindu dengan kamu. Dan aku terdiam sejenak waktu kutahu kamu menghapus aku dari twitter-mu.

Beberapa saat kemudian aku teringat waktu kamu melakukan hal yang sama pada waktu kita bertengkar.

“Aku sakit baca timeline kamu….” begitu katamu. Dan mungkin kali ini alasannya masih sama. Juga karena kamu belum bisa menerima perpisahan kita. Begitu pun aku.

Rasanya sungguh berat karena aku harus merasakan kembali sakit akibat berakhirnya aku dan kamu. Lelah sekali membayangkan aku harus memulai sesuatu dari awal lagi.



Hari Ke-3, April 29th 2013.


Aku masih mencari kamu. Sempat kukirimkan pesan singkat kepadamu, namun tak ada balasan hingga pada hari ke-4 pesan darimu sampai untukku.

“Doain aja semoga bisa baik – baik. Memang lagi broke dan nggak ada pulsa,” katamu.



Hari ke-4, April 30th 2013.


Kupikir akan lebih baik untukku menikmati rasa sakit ini dengan melihat kamu tetap berada di dalam catatan kontak milikku, sementara aku hanya perlu membiasakan diri tidak lagi berhubungan dengan kamu. Namun, ternyata pemikiran kita berbeda.

“Aku tak bisa menerima keadaan seperti ini, sampai nanti, sampai saat yang aku tak tahu pasti, tolong jangan hubungi aku bila tak ada sesuatu yang kamu ingin bicarakan.” Kemudian kamu menghapus aku (lagi) dari kontakmu.



Hari ke-5, May 1st 2013.


Kutemukan sebuah panggilan tak terjawab darimu.



Hari ke-6, May 2nd 2013.


Kembali kamu menghubungi aku, namun sayang aku tak sempat mengangkatnya. Meski begitu, kita sempat saling mengirimkan pesan singkat.



Hari ke-7, May 3rd 2013.

Entah harus kusebut hari terburuk atau hari terbaik untuk aku memulai awal yang baru tanpa harus terbayang – bayang dengan masa lalu berisi kenangan akan kita.



Sesungguhnya tak ada seorang pun yang menginginkan perpisahan atas segala yang telah dipersatukan. Begitu pun aku dan kamu. Yang sempat merengkuh kebersamaan.





Yang masih saja tak kumengerti adalah kamu yang tetap bertahan dalam ego tanpa mau menyingkirkannya sejenak untuk berpikir, “Apa sajakah sesuatu yang salah yang menyebabkan segalanya berakhir?”



Kamu tahu? Rasa senang sempat menyelimuti diriku saat kamu menghubungi aku kembali. Sama seperti yang (pernah) kamu rasakan.

Namun, hal yang membuatku bertanya – tanya adalah mengapa kamu masih saja mengharapkan kata maaf keluar dari bibirku? Hanya itukah inginmu? Bukan waktukah yang kau butuhkan? Bukan perbincangan penuh penjelasankah yang kamu harapkan?




Sedari awal masalah kita memang hanya tentang waktu. Bahkan di saat terakhir seperti ini, memaksakan diri tuk menyediakan waktu sedikit pun tak pernah terpikirkan. Meskipun kita membutuhkannya hal itu tetap tak pernah terjadi. :’)



Bukan…. Aku bukan keberatan untuk mengucapkan maaf. Aku pun memang manusia yang tak sempurna. Yang mungkin saja tanpa kusadari kamu pernah terluka karena aku.

Hanya saja, tak pernahkah terbersit dalam benakmu atas perasaan termasuk luka yang aku terima karenamu?

Yang sebenarnya tersakiti adalah mereka yang selama ini memperlihatkan diri baik - baik saja. :)



Ada begitu banyak kata keluar dari bibirmu yang menyakiti perasaanku, namun kucoba tuk melupakannya.

Ada begitu banyak hal yang kamu lakukan yang mengecewakan hatiku, namun kucoba tuk memakluminya.

Ada begitu banyak kata maaf yang pernah kuharap kamu ucapkan setelah kamu melukai hatiku, namun kucoba memaafkanmu meski kata itu tak pernah terucap.

Ada begitu banyak hal yang seharusnya bisa membuatku menangis, namun kucoba tuk mengingat kenangan manis kita sebisa mungkin agar tercipta tawa kembali.
Ada begitu banyak hal yang tak bisa kumengerti, namun kucoba tuk mengerti.

Ada begitu banyak hal yang seharusnya bisa membuatku membencimu, namun kucoba tuk mengingat cinta yang membuat kita bersatu.

Ada begitu banyak bisikan yang menyuruhku tuk berhenti, namun kucoba tuk mengabaikannya.

Ada begitu banyak doa dan harapan yang menginginkan kamu tuk menyadari segalanya, namun tetap tak bisa.
Ada begitu banyak pengertian yang telah kuberikan, namun kamu menyalahgunakannya.

Hingga akhirnya begitu banyak peluh tanda kelelahan yang menyesakku untuk memutuskan tali penghubung antara aku dan kamu.



Kita sama – sama keberatan dipisahkan, yang berbeda hanya bagaimana cara kita menyikapinya. Mungkin.

Kesalahan kita adalah sesuatu yang salah tak pernah diperbaiki saat masih ada kesempatan tuk bersama.

Dan setelahnya akan selalu ada dua pilihan saat perpisahan harus terjadi. Pertama, mencoba belajar dari kesalahan dan memperjuangkan kembali cinta yang pernah ada. Kedua, tetap bertahan dalam ego tanpa pernah mengambil sisi baik atas apa yang terjadi.


Tak sadarkah kamu? Yang membuatku lelah tuk bertahan adalah ego yang kamu miliki. Yang bahkan membuatmu selalu melihat aku menggunakan ego saat kamu rasa aku tak bisa mengerti dirimu.

Meski sesungguhnya telah kupertaruhkan perasaanku.
Karena sebutan egois hanyalah untuk mereka yang tak pernah mengakui bahwa terkadang dirinya masih saja terbelenggu egonya sendiri.

Dan kamu memilih yang kedua. “Kata – kata terakhir” darimu hari ini yang sebenarnya tak pantas untuk kamu ucapkan adalah satu - satunya hal yang membuatku tersadar bahwa kamu datang bukan untuk meyakinkan aku. Melainkan hanya menunjukkan egomu yang semakin besar.
"Kata - kata terakhir" yang menyakitkan itu adalah satu – satunya hal yang membuatku yakin untuk benar – benar melepaskan kamu. Tanpa ada lagi harap untuk kembali.



Sungguh perpisahan yang tidak menyenangkan untuk kita.
Namun, aku merelakan bila kamu rasa perselisihan antara kita harus tetap ada bahkan hingga di saat kita tak lagi bersama – sama.

Aku mengikhlaskan bila sesuatu yang dimulai dengan pertemanan harus diakhiri dengan permusuhan.

Karena terkadang ego membuat kita kehilangan cinta dan melupakan alasan yang pernah membuat kita saling jatuh cinta.


Dan bila hari ini, esok, lusa, dan seterusnya aku masih saja terbayang – bayang akan dirimu, juga merasakan luka bila mengingat tentang kamu, biarkanlah.

Aku hanya tak ingin meciptakan kebohongan dalam diriku.

Suatu hari nanti aku akan kembali baik - baik saja seperti sedia kala.
Tanpa harus memaksa hati untuk melupakanmu dengan cepat.

Luka ini memang harus dinikmati hingga pulih kembali untuk menerima sesuatu yang baru di masa yang akan datang.

Begitu seharusnya bukan? :)


Baiklah... Aku pergi...


Jika sebuah kepergian berhasil menyadarkan kamu, aku yakin kamu akan mengerti seberapa besar cinta yang pernah kamu terima.
 

Jika sebuah kepergian tak berarti apapun bagi kamu, maka pantaslah untukku berhenti membuang waktu bersama kamu. Sia – sia.

Dan belajarlah dari kehilangan. Supaya kamu tersadar, aku (sempat) berjuang mempertahankan kamu yang hanya menyia - nyiakan. ☺

Sebab sebuah keberadaan seringkali baru terasa berharga ketika ia tak lagi dapat kamu miliki. ☺


Selamat tinggal, kenangan.
_______________________THE END____________________

Back to Top