Memberi dan Menerima

Sunday Story #1:

  Tentang Memberi dan Menerima


Di suatu pagi, kira-kira pukul 10.00 WIB, waktu di mana aku sedang menjalani rutinitas sehari – hariku, aku terlibat suatu percakapan dengan seorang teman pria. Usianya delapan tahun lebih tua dariku. Saat ini aku berusia dua puluh satu tahun.

Ia bertanya kepadaku, "Apa kamu pernah mencintai?" Ketika aku mendengar pertanyaan tersebut sungguh aku merasa heran. Menurutku, itu adalah hal yang tidak patut dipertanyakan. Bukan oleh sebab aku tidak suka orang ini seakan sedang menyelidiki kehidupan pribadiku, mengingat kami hanyalah sebatas teman. Namun, yang terpikir olehku seketika itu adalah, "Bukankah kita memang harus selalu mencintai dan menebarkan kasih terhadap sesama, begitu bukan?"

"Saya selalu mencintai. Dan takkan pernah berhenti memberikan cinta kasih terhadap orang lain, sekalipun saya tidak dicintai oleh beberapa bahkan banyak di antara mereka." jawabku, tanpa lupa menyunggingkan senyum hangat saat mengatakannya.

Kini giliran ia yang merasa heran dengan kata-kata yang terlontar dari bibirku. Aku dapat membaca hati dan pikirannya lewat raut dan garis wajahnya.
"Benarkah?" Lucu, alisnya terangkat tinggi ketika menanyakannya.
"Ya!" kataku dengan lantang.
Ia heran.
Ia tak percaya. Bahwa masih ada manusia yang mengamalkan sebuah kasih yang tulus dan tanpa pamrih.

"Mengapa?" tanyanya lagi.

"Sebab, saya memang lebih merasa bahagia bila saya 'memberi' dibandingkan 'menerima'. Dapatkah kamu rasakan betapa banyak manusia yang menginginkan untuk dicintai dan dikasihi namun mereka tak pernah mencintai dan mengasihi sesamanya? Bagaimana mungkin dapat terkabulkan permohonan mereka bilamana seseorang datang kepada mereka dan dengan tulus memberikan kasih namun yang selalu mereka lakukan adalah menyakiti seseorang tersebut? Sesaat setelah mereka menyakiti siapapun yang telah menanamkan kasih terhadap mereka, mereka masih saja menginginkan akan ada orang lain lagi yang mencintai mereka. Dan kamu tahu hal itu hanyalah harapan kosong bagi mereka. Dan dapatkah kamu bayangkan bagaimana keputusasaan akhirnya menggerogoti pikiran dan membutakan hati mereka oleh karena ulah mereka sendiri?"

"Ketika saya 'memberi' dapat dikatakan sesungguhnya bahagia yang saya terima adalah tujuh kali lipatnya dibandingkan mereka yang 'menerima'.  Jika 'memberi' sudah dapat membuat saya merasakan kebahagiaan, untuk apa saya mengharapkan kebahagiaan dengan menunggu orang lain yang melakukannya untuk saya sementara saya tidak tahu kapan saya akan 'menerima' dari mereka?"

"Jika tak ada yang memulai untuk 'memberi', lantas siapa di antara kita yang akan 'menerima'? Bukankah akan lebih baik apabila kita yang melakukannya terlebih dahulu?"

"Namun perlu diingat, ketika kita 'memberi', JANGAN PERNAH melakukannya oleh karena mengharapkan balas bahwa orang lain tersebut akan melakukan hal yang sama terhadap kita.  Ikhlas dan tuluslah dalam 'memberi'."

"Dan JANGAN PERNAH memberi hanya kepada mereka yang baik terhadap kamu saja, tetapi lakukanlah juga terhadap mereka yang jahat terhadap kamu. Doakan mereka yang baik semakin bertambah baik dan mereka yang jahat menjadi baik. Dengan begitu tak akan sia-sialah pemberianmu. Bukankah bahagia yang kamu telah terima tujuh kali lipat dapat bertambah lagi tujuh kali lipat apabila doamu dikabulkan oleh Tuhan?"
"Percayalah… Meski mereka yang 'menerima' pemberianmu tak melakukan yang sama terhadap kamu, atau mengucapkan terima kasih saja pun tidak, atau bahkan disakiti adalah balasan yang kamu terima dari mereka; Percayalah… Meski mereka tak mengakui pemberian itu darimu atau tak ada satu pasang mata pun yang mengetahui pemberian itu berasal darimu…sekali lagi kukatakan: PERCAYALAH… BAHWA TUHAN MELIHAT KAMU! Takkan pernah ada sesuatu yang dapat tersembunyi dari-Nya, secuil pun tidak.  Kamu tak perlu khawatir tentang apa yang akan kamu dapatkan dari 'memberi' itu. Sesungguhnya kamu telah mendapatkan upahmu dari-Nya. Dan Ia akan memberikannya kepadamu."

"Sama halnya dengan 'memberi' dan 'menerima', itulah mengapa saya lebih memilih untuk (selalu) mencintai dan bukan (selalu) dicintai," aku menutup penjelasanku.

Ia terdiam. Pagi ini aku telah 'memberi'-nya sesuatu dengan harapan hatinya tak lagi diselimuti benteng yang banyak menyerang manusia duniawi: amarah, ego, kedengkian, rasa iri hati, pamrih, dan segala yang buruk.  Dan sesungguhnya bahagia yang tujuh kali lipat itu telah kuterima pula pagi ini.
"Terima kasih Tuhan, oleh sebab Engkaulah yang telah mengajarkan aku hal tentang kasih melalui curahan cinta kasih-Mu yang begitu besar terhadap aku," ucapku dalam hati.

Aku pun melangkah pergi dari hadapannya. Meninggalkan ia yang ketika itu masih tenggelam dalam diam.

---------------------------------
Catatan akhir:
Percayalah… Bukan suatu kebetulan apabila kamu mendapati diri membaca Sunday Story ini. Melainkan kehendak Bapa Yang Di Sorga supaya kamu mengetahui akan hal ini lewat perantara aku. 
Dan kiranya kasih Tuhan selalu menyertai langkahmu. God Bless You! :)

Back to Top