Aku
lupa tepatnya kapan aku tiba – tiba saja mengingat akan hal ini. Namun, ini
adalah cerita yang hampir saja terlupakan. Cerita yang juga penuh makna. Cerita
yang sesungguhnya mungkin dapat menguatkan aku bila saja aku mengingatnya lebih
awal.
Sekitar
1 tahun yang lalu....
“Soal
perasaan kita berdua? Cieee. Iya jessy, iya. Kamu menyenangkan. Aku terdorong
untuk mengenal kamu lebih dalam.” begitu katanya.
“Ya
dan akan lebih baik kalau semuanya berjalan apa adanya,” jawabku.
“Hai.
Nama saya Jason Chen. Apa adanya kan? Hehehehe,” candanya.
Jason Chen.
Satu nama yang tentunya merupakan bagian dari
cerita dan perjalanan hidupku. Aku mengenalnya sejak aku masih menjalin hubungan
dengan seseorang berinisial P yang kutuliskan di episode yang lalu.
Dia
murid SMA Kolese Kanisius juga. Hanya saja ia tak berada di kelas yang sama
dengan P. Saat aku berpacaran dengan P, aku menjadi kenal dengan
beberapa anak – anak CC disana. Termasuk dengan Jason Chen. Dia ini tipe yang
dewasa sekali menurutku. Jika aku sedang bertengkar dengan P, aku suka
menceritakan kepadanya dan ia dengan senang hati memberiku nasihat yang
akhirnya membawa kelegaan tersendiri untukku. Juga mau tidak mau membawa dan
menambah sedikit kedewasaanku.
Aku
tak dapat mengingat dengan begitu jelas. Kupikir ketika itu sekitar satu tahun
yang lalu, tahun 2011, sejak hilang kontak lama dengan Jason, sebab aku
juga sudah tak lagi bersama dengan P, jadi kadar intensitas perbincangan kami yang
biasa kami lakukan mungkin menjadi tak sesering dulu.
Sampai
suatu hari entah siapa yang memulai, seingatku dia, menghubungiku lewat
Facebook. Dan akhirnya kami bertukar PIN BB. Saling menanyakan kabar tentunya.
Saling menceritakan kegiatan – kegiatan kami selama ini, ah ya tentunya
membicarakan dunia perkuliahan karena kami akan menjadi mahasiswa baru tahun
ini. Kami lakukan secara intense dan kami dekat. Ah, ya, aku masih
berkomunikasi dengan P. Ia tentu tahu tentang hal ini dan ia berkata,
“Baguslah kalau kamu sama dia daripada sama cowok – cowok yang nggak jelas. Dia
baik.”
18 Juli 2011
“Duh,
aku siap nggak ya liat hasil SIMAK UI?”
“Harus
siap dong!”
“Coba
dong kasih aku kata – kata motivasi”
“Hah?
Aku mana bisa hahahaha.”
“Ya
dicoba dong nanti aku kasih hadiah.”
“Hadiah
apa?”
“Nanti
kamu jadi yang pertama yang aku kasih tau.”
“Satu
fakta orang sukses adalah mereka pernah gagal. Ngerti maksudku kan? Seandainya
dapet, lanjutin. Seandainya kamu gagal, itu cuma proses sebelum menuju
kesuksesan. Ayo diliat hasilnya!”
Aku menunggu
balasan BBM darinya. Dan akhirnya……………
“DAPAT!!!!!”
Wohooooo !
Mechanic Engineering in University of Indonesia. Dia memang hebat. Aku
mengucapkan selamat untuknya.
“Makasih
ya, Jessy.”
“Sama
– sama, Jason.”
24 Juli 2011
Di
tanggal ini pembicaraan kami agak sedikit “dalam”. Ada yang mengganjal hatinya
saat itu. Tentang bagaimana hubungan kami. Dulunya dia pernah mengalami suatu
kekecewaan, dia sudah pernah mengatakan itu denganku. Dan dia mengakui
pertanyaan yang sama muncul lagi di antara kami berdua. Rasa takut akan
dikecewakan mungkin. Aku juga merasakan itu.
Namun,
karena pembawaan yang dewasa kami bisa mengatasinya dengan membicarakannya
berdua secara baik – baik.
“Apa
masalah terberat kamu? Dan gimana caranya bisa bangkit lagi?” tanyaku padanya
saat itu.
Dan
akhirnya kami saling berbagi cerita. Menarik! Aku selalu suka dengan cerita –
cerita yang dapat membangkitkan motivasi, juga bagaimana uluran tangan Tuhan
bekerja untuk itu semua. Lebih tepatnya disebut sebuah kesaksian ya mungkin!
Jason:
“Problema
kita berbeda tapi solusi selalu sama. GOD. Aku baru tau bahwa kamu juga adalah
orang yang benar – benar merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup.”
Aku:
“Sekarang
aku bersyukur pengalamanku bisa menjadi kekuatan untuk membantu orang lain.”
Jason:
“Sangat
menarik. Itulah arti sebuah kesaksian. Dan sekarang kamu tau kan kenapa Tuhan
mengizinkan kamu mengalami masa – masa yang menyakitkan? Karena Tuhan mau pakai
kamu, untuk lebih banyak orang. Untuk itu kamu diajarin mengalami hal itu semua.
Itu adalah bekal. So you will be useful for others. Kamu udah sempet mikir
seperti itu kan? Aku suka cerita kamu.”
Ada percakapan
kami yang lain yang juga tak kalah menarik. Di hari yang sama.
Aku:
Kemarin
aku ketemu temen. Dia punya masalah yang hampir sama kaya aku. Dan aku benci
banget dia keras kepala pas aku bilang soal Tuhan. Aku sedikit sharing sama dia
soal apa yang udah Tuhan kasih untuk aku. Tapi dia malah bilang gini “Iya deh.
Tapi semoga aja bener apa yang kakak bilang soal Tuhan itu dan mukjizat dari
Dia.”
Dia
bilang udah berdoa setiap hari. Aku mikir dia begitu nggak percaya sama Tuhan,
meremehkan Tuhan seperti itu. Gimana dia mau melihat hal yang indah dari Tuhan
kalau gitu.
Jason:
Ada
dua hal yang salah dari kamu.
Pertama,
membenci itu nggak boleh. Karena kondisinya nggak seperti itu. Kedua, mungkin
ada sedikit kesalahan dalam hal komunikasi di mana kamu menyampaikannya kurang
pintar. Kita ke poin pertama. Orang – orang seperti ini aku bilangnya bukan
batu atau keras kepala. Kasihan. Masuk ke prinsip mengasihi. Tau kan? Mengasihi
orang yang kamu sayang itu gampang, tapi mengasihi orang yang kamu benci? Itu
yang Tuhan minta.
Dan
soal teman kamu seperti yang aku bilang, kasihan orang – orang kaya gitu. Dia
nggak semujur kita yang udah mengalami kasih dan mukjizat. Kesalahan dari dia
memang ada. Doa tiap hari belum tentu bener doanya ya.
Tapi
ya nggak perlu lihat ke situ. Ke prinsip kita aja. Meyakinkan bahwa teman kamu,
papa, mama, kakek, adik, paman, dan juga relasi di antara mereka semua itu
berharga di mata Tuhan. Hanya belum saatnya. Hehehe :)
*****
Kedekatan
ini terus berlangsung. Tapi aku menyadari sesuatu saat itu. Seperti ada jarak
di antara kami. Terasa sekali perbedaan dan perubahan yang terjadi di antara
kami. Aku tak tahu mengapa tapi aku yakin ada sesuatu. Feeling.
Mendadak
kami jadi agak menjauh.
30 Juli 2011
Jason:
“Hei,
kok statusnya sedih? :(”
Aku:
“Nggak
apa – apa kok”
Jason:
“You
=?” (saat itu
mungkin aku menuliskan sesuatu di PM BBM-ku. Dan ada kata “YOU”)
Aku:
“Kepo?”
Jason:
"Yep
:D nggak kepo deh, Cuma nanya aja. Me or not me?"
Aku:
"Kenapa
kepo sih?"
Jason:
"Abis
kamu sedih sih. Aku mau tau aja apa yang ngebuat kamu sedih. You = aku?"
Aku:
"Merasa?”
Jason:
Yap!
Merasa nih hehehe. Kalau bukan aku ya sudah bagus deh :)
Aku:
Tidur
aja ahhhhh.
Jason:
"Mau
bobo? Nanti malah sampe jam 2 lagi deh :(
Aku:
Memang
apa efeknya untuk kamu? Nggak ada kan? Kan ngaruhnya di aku.
Jason:
Ya
nggak ada. Emang nggak ada urusannya kok sama aku.
Aku:
Yang
tadi betul kok untuk kamu. Udah ya.
Jason:
Oke.
Good night , Jessie. Kalau nggak bisa tidur bbm aku yah :)
Sungguh
– sungguh aku tak mengerti mengapa semuanya mendadak berubah. Dan aku seperti……
Yah, rasanya mungkin sama seperti perasaan seorang anak kecil yang begitu
menginginkan menghabiskan waktu bersama ayah – ibunya yang selalu sibuk dan tak
punya waktu untuknya. Sampai kemudian, mereka menjanjikan ia untuk pergi
bersama namun di hari H janji itu menjadi janji yang terlupakan dan tak pernah
terpenuhi. Sesak.
31 Juli 2011
00:15
Akhirnya
aku tau apa yang selama ini menjadi penyebab perubahan yang aku rasakan.
Jason:
Sedih
ya kita nggak bisa pacaran. Karena perbedaan SARA. Kalau kamu mau bilang aku
rasis, ya memang. Seluruh orang di keluarga aku sangat rasis. Kalau untuk
teman, memang bisa menyatu dengan segala macam kalangan. Di sekolah, gereja,
atau di mana pun semua orang juga bisa jadi teman.
Aku:
Dari
awal harusnya kamu jangan perlakuin aku kaya gitu.
Jason:
Itu
karena aku nggak tau. Jadi ya aku PDKT selayaknya seorang cowok dengan
gebetannya.
Aku:
Iya
udah ya. Nggak apa kok.
Jason:
Maaf
ya, Jessy. Sebelum semakin berat dan parah aku pikir bijak buat ngomongin itu sekarang.
Aku:
Liat
kamu takut banget dikecewain tapi bukan kamu kan yang dikecewain pada akhirnya.
Tapi berarti aku udah ngilangin pikiran kamu soal kamu yang waktu itu takut
kecewa dan sempet menyamakan aku dengan mantan kamu. Kenyataannya nggak sama sekali
kan?
Jason:
Nggak
kok. Kamu jauh lebih baik dari dia.
Aku:
Kalau
aku nggak ngomong soal perubahan ini apa kamu bakal jelasin kaya sekarang?
Jason:
Udah
niat jelasin kok. Dari kemarin – kemarin.
Aku:
Masa
kamu nggak tau dari awal soal beda SARA? Oh ya pantes. Aku tau kamu beda.
Jason:
Iya
pasti kerasa beda. Karena sejak itu aku langsung ngerasanya beda. Sedih campur
kesel. Kesel karena kenapa perbedaan mempersulit keadaan. Sekali lagi maafin
aku ya, Jessie. Aku nggak bisa jadi orang yang ada di sisimu selalu.
Aku:
Sakit.
Nggak bisa pacaran karena “beda“ itu sakit.
Jason:
Ya.
Sakit banget. Aku juga putus sama mantanku yang aku ceritain juga karena ada
faktor dia Katolik serius dan aku Kristen serius. Sakit rasanya. Pengen marah
sama yang menciptakan perbedaan rasanya.
Aku:
Kamu
bohong dong katanya baru tau kalau nggak boleh.
Jason:
Oh
iya SARA itu “A” nya agama ya. To be honest. Karena aku merasa mindset Kristiani kita sama aku rasa
nggak masalah. Dia (mantan Jason) juga tau kok. Kita juga pikir jalanin aja.
Tapi begitu papanya kasih ‘lampu kuning’ ya masalah deh.
Aku:
Maksud
kamu yang nggak ngebolehin itu keluarga kamu?
Jason:
Kalau
soal ras, ya. Kalau agama sih nggak kayanya.
Aku:
Ras?
Harus Chinese ya?
Jason:
Dari
aku sendiri kalau itu. Ya harus. Karena meskipun keluarga aku nggak termasuk
keluarga yang kuno banget gimana gitu, aku masih tetap pure. Dan lebih lagi dari keluarga papaku. Enam saudara yang cowok
cuma papaku. Aku bawa marga. Bawa nama baik keluarga. Marga Cheng. Disebutnya
cucu dalem. Cuma aku sama koko aku yang cucu dalem.
Aku:
Aku
masih nggak begitu paham. Kalau soal ras kamu tau kan? Apa sejak aku bilang aku
bukan Chinese?
Jason:
Ya
sejak kamu bilang, aku kaget kan waktu itu. Aku sampe bilang kan aku pikir kamu
Chinese. Dan sejak itu juga aku mulai ngejauh.
Aku:
Iya, tanpa penjelasan. Aku langsung tau dan sadar kok. Tapi aku
diem aja.
Jason:
Aku
langsung butuh waktu buat mikir. Karena aku langsung inget apa yang udah kita
alami bersama. Dengan pertanyaan di dalam hati “Apakah Jessie harus
dipertahankan? Meskipun itu maksa dan pasti akan ada offense dari banyak pihak.
Tapi yang aku merasa paling bijak ya jangan. Mumpung belum sampe pacaran dan
kalau udah terlalu deket pasti berat banget lepasnya.
Aku:
Kamu
nggak ngejelasin langsung dan ngebiarin aku mengira – ngira itu sendirian.
Jason:
Maaf
karena untuk beberapa hari itu aku lagi menimbang – nimbang. Kalau istilah yang
pernah dibilangin sama pendeta aku “Apakah cewek itu layak untuk kamu
perjuangin mati – matian?”. Aku cuma bisa jawab “Belum tau sampai situ. Karena
kenal juga belum dalem – dalem banget.”
Dan
dari situ aku merasa dapat jawabannya. Kalau bisa jangan. Dan aku rasa bisa.
Maaf yah :(
Aku:
Iya.
Terima kasih ya :)
Jason:
Kita
sama – sama disakiti oleh keadaan. Tapi itulah kenyataan.
I
will be your friend. Tidur yuk :)
Dan
setelahnya kami masih berteman. Masih sering mengirimkan BBM, dan itu
berlangsung terus hingga bulan Oktober 2011. Kemudian mulai di bulan November
dan Desember hanya sesekali saja kami menyapa. Terakhir komunikasi adalah di
tanggal 01 Januari 2012 untuk saling mengucapkan Happy New Year. :)
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sesungguhnya ini adalah penolakan pertama. Penolakan hanya karena
perbedaan ras.
Aku
berhasil membuang jauh rasa sakit yang ditimbulkannya.
Sampai
hari di mana aku harus mengalami penolakan
kedua kalinya. Karena satu alasan yang juga masih sama, PERBEDAAN RAS.
Dan
ini menjadi sesuatu yang mengguncang aku untuk kali kedua. Perpisahan dengan
orang yang aku sayangi harus terjadi. Begitu kuat sekali perbedaan ini
mematahkan harapanku, menggoyahkan jiwaku, merubuhkan kekuatanku.
Salahkah
aku bila aku bukanlah murni Chinese atau sama sekali tak memiliki darah timur?
Kenapa
seolah – olah itu selalu menjadi hal yang dipermasalahkan ketika bahkan aku
sendiri tak pernah mempermasalahkannya sama sekali? Dan kenapa seolah itu
menjadi sesuatu yang membuatku harus menerima kenyataan pahit, menelan
kekecewaan, serta terus – menerus kehilangan ?
Salahkah
aku atas penolakan yang betul – betul sekarang menggariskan sejarah luka di
dalam hatiku?
Salahkah
bila kasih sayang yang telah sempat aku berikan dan cinta yang telah diciptakan
tak dapat atau bahkan tak mau aku hapuskan?
Haruskah
aku membuat diriku membenci segala bentuk perbedaan seperti yang selalu mereka
lakukan terhadapku?
Haruskah
aku menjadi sama dengan mereka yang begitu menentang perbedaan bahkan hingga
harus perasaan kasih yang tak pernah salah yang terkorbankan?
Tidak.
Kenyataannya aku begitu menghargai persamaan, mencintai perbedaan. Keduanya
adalah begitu indah di mataku. Hanya saja banyak yang tak mengerti, belum
mengerti mungkin.
Jadi……………………
SALAHKAH AKU? :’’)
Post a Comment