Bola Kaca Eps.5: Penolakan Pertama



Aku lupa tepatnya kapan aku tiba – tiba saja mengingat akan hal ini. Namun, ini adalah cerita yang hampir saja terlupakan. Cerita yang juga penuh makna. Cerita yang sesungguhnya mungkin dapat menguatkan aku bila saja aku mengingatnya lebih awal.


Sekitar 1 tahun yang lalu....

“Soal perasaan kita berdua? Cieee. Iya jessy, iya. Kamu menyenangkan. Aku terdorong untuk mengenal kamu lebih dalam.” begitu katanya.
“Ya dan akan lebih baik kalau semuanya berjalan apa adanya,” jawabku.
“Hai. Nama saya Jason Chen. Apa adanya kan? Hehehehe,” candanya.

Jason Chen.  Satu nama yang tentunya merupakan bagian dari cerita dan perjalanan hidupku.  Aku mengenalnya sejak aku masih menjalin hubungan dengan seseorang berinisial P yang kutuliskan di episode yang lalu.
Dia murid SMA Kolese Kanisius juga. Hanya saja ia tak berada di kelas yang sama dengan P. Saat aku berpacaran dengan P, aku menjadi kenal dengan beberapa anak – anak CC disana. Termasuk dengan Jason Chen. Dia ini tipe yang dewasa sekali menurutku. Jika aku sedang bertengkar dengan P, aku suka menceritakan kepadanya dan ia dengan senang hati memberiku nasihat yang akhirnya membawa kelegaan tersendiri untukku. Juga mau tidak mau membawa dan menambah sedikit kedewasaanku.



 Aku tak dapat mengingat dengan begitu jelas. Kupikir ketika itu sekitar satu tahun yang lalu, tahun 2011, sejak hilang kontak lama dengan Jason, sebab aku juga sudah tak lagi bersama dengan P, jadi kadar intensitas perbincangan kami yang biasa kami lakukan mungkin menjadi tak sesering dulu.
Sampai suatu hari entah siapa yang memulai, seingatku dia, menghubungiku lewat Facebook. Dan akhirnya kami bertukar PIN BB. Saling menanyakan kabar tentunya. Saling menceritakan kegiatan – kegiatan kami selama ini, ah ya tentunya membicarakan dunia perkuliahan karena kami akan menjadi mahasiswa baru tahun ini. Kami lakukan secara intense dan kami dekat. Ah, ya, aku masih berkomunikasi dengan P. Ia tentu tahu tentang hal ini dan ia berkata, “Baguslah kalau kamu sama dia daripada sama cowok – cowok yang nggak jelas. Dia baik.”

18 Juli 2011

“Duh, aku siap nggak ya liat hasil SIMAK UI?”
“Harus siap dong!”
“Coba dong kasih aku kata – kata motivasi”
“Hah? Aku mana bisa hahahaha.”
“Ya dicoba dong nanti aku kasih hadiah.”
“Hadiah apa?”
“Nanti kamu jadi yang pertama yang aku kasih tau.”
“Satu fakta orang sukses adalah mereka pernah gagal. Ngerti maksudku kan? Seandainya dapet, lanjutin. Seandainya kamu gagal, itu cuma proses sebelum menuju kesuksesan. Ayo diliat hasilnya!”
Aku menunggu balasan BBM darinya. Dan akhirnya……………
“DAPAT!!!!!”
Wohooooo ! Mechanic Engineering in University of Indonesia. Dia memang hebat. Aku mengucapkan selamat untuknya.
“Makasih ya, Jessy.”
“Sama – sama, Jason.”

24 Juli 2011

Di tanggal ini pembicaraan kami agak sedikit “dalam”. Ada yang mengganjal hatinya saat itu. Tentang bagaimana hubungan kami. Dulunya dia pernah mengalami suatu kekecewaan, dia sudah pernah mengatakan itu denganku. Dan dia mengakui pertanyaan yang sama muncul lagi di antara kami berdua. Rasa takut akan dikecewakan mungkin. Aku juga merasakan itu.
Namun, karena pembawaan yang dewasa kami bisa mengatasinya dengan membicarakannya berdua secara baik – baik.

“Apa masalah terberat kamu? Dan gimana caranya bisa bangkit lagi?” tanyaku padanya saat itu.
Dan akhirnya kami saling berbagi cerita. Menarik! Aku selalu suka dengan cerita – cerita yang dapat membangkitkan motivasi, juga bagaimana uluran tangan Tuhan bekerja untuk itu semua. Lebih tepatnya disebut sebuah kesaksian ya mungkin!

Jason:
“Problema kita berbeda tapi solusi selalu sama. GOD. Aku baru tau bahwa kamu juga adalah orang yang benar – benar merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup.”
Aku:
“Sekarang aku bersyukur pengalamanku bisa menjadi kekuatan untuk membantu orang lain.”
Jason:
“Sangat menarik. Itulah arti sebuah kesaksian. Dan sekarang kamu tau kan kenapa Tuhan mengizinkan kamu mengalami masa – masa yang menyakitkan? Karena Tuhan mau pakai kamu, untuk lebih banyak orang. Untuk itu kamu diajarin mengalami hal itu semua. Itu adalah bekal. So you will be useful for others. Kamu udah sempet mikir seperti itu kan? Aku suka cerita kamu.”

Ada percakapan kami yang lain yang juga tak kalah menarik. Di hari yang sama.

Aku:
Kemarin aku ketemu temen. Dia punya masalah yang hampir sama kaya aku. Dan aku benci banget dia keras kepala pas aku bilang soal Tuhan. Aku sedikit sharing sama dia soal apa yang udah Tuhan kasih untuk aku. Tapi dia malah bilang gini “Iya deh. Tapi semoga aja bener apa yang kakak bilang soal Tuhan itu dan mukjizat dari Dia.”
Dia bilang udah berdoa setiap hari. Aku mikir dia begitu nggak percaya sama Tuhan, meremehkan Tuhan seperti itu. Gimana dia mau melihat hal yang indah dari Tuhan kalau gitu.

Jason:
Ada dua hal yang salah dari kamu.
Pertama, membenci itu nggak boleh. Karena kondisinya nggak seperti itu. Kedua, mungkin ada sedikit kesalahan dalam hal komunikasi di mana kamu menyampaikannya kurang pintar. Kita ke poin pertama. Orang – orang seperti ini aku bilangnya bukan batu atau keras kepala. Kasihan. Masuk ke prinsip mengasihi. Tau kan? Mengasihi orang yang kamu sayang itu gampang, tapi mengasihi orang yang kamu benci? Itu yang Tuhan minta.
Dan soal teman kamu seperti yang aku bilang, kasihan orang – orang kaya gitu. Dia nggak semujur kita yang udah mengalami kasih dan mukjizat. Kesalahan dari dia memang ada. Doa tiap hari belum tentu bener doanya ya.
Tapi ya nggak perlu lihat ke situ. Ke prinsip kita aja. Meyakinkan bahwa teman kamu, papa, mama, kakek, adik, paman, dan juga relasi di antara mereka semua itu berharga di mata Tuhan. Hanya belum saatnya. Hehehe :)

*****
Kedekatan ini terus berlangsung. Tapi aku menyadari sesuatu saat itu. Seperti ada jarak di antara kami. Terasa sekali perbedaan dan perubahan yang terjadi di antara kami. Aku tak tahu mengapa tapi aku yakin ada sesuatu. Feeling.
Mendadak kami jadi agak menjauh.

30 Juli 2011

Jason:
“Hei, kok statusnya sedih? :(”
Aku:
“Nggak apa – apa kok”
Jason:
“You =?” (saat itu mungkin aku menuliskan sesuatu di PM BBM-ku. Dan ada kata “YOU”)
Aku:
“Kepo?”
Jason:
"Yep :D nggak kepo deh, Cuma nanya aja. Me or not me?"
Aku:
"Kenapa kepo sih?"
Jason:
"Abis kamu sedih sih. Aku mau tau aja apa yang ngebuat kamu sedih. You = aku?"
Aku:
"Merasa?”
Jason:
Yap! Merasa nih hehehe. Kalau bukan aku ya sudah bagus deh :)
Aku:
Tidur aja ahhhhh.
Jason:
"Mau bobo? Nanti malah sampe jam 2 lagi deh :(
Aku:
Memang apa efeknya untuk kamu? Nggak ada kan? Kan ngaruhnya di aku.
Jason:
Ya nggak ada. Emang nggak ada urusannya kok sama aku.
Aku:
Yang tadi betul kok untuk kamu. Udah ya.
Jason:
Oke. Good night , Jessie. Kalau nggak bisa tidur bbm aku yah :)

Sungguh – sungguh aku tak mengerti mengapa semuanya mendadak berubah. Dan aku seperti…… Yah, rasanya mungkin sama seperti perasaan seorang anak kecil yang begitu menginginkan menghabiskan waktu bersama ayah – ibunya yang selalu sibuk dan tak punya waktu untuknya. Sampai kemudian, mereka menjanjikan ia untuk pergi bersama namun di hari H janji itu menjadi janji yang terlupakan dan tak pernah terpenuhi. Sesak.

31 Juli 2011 00:15

Akhirnya aku tau apa yang selama ini menjadi penyebab perubahan yang aku rasakan.

Jason:
Sedih ya kita nggak bisa pacaran. Karena perbedaan SARA. Kalau kamu mau bilang aku rasis, ya memang. Seluruh orang di keluarga aku sangat rasis. Kalau untuk teman, memang bisa menyatu dengan segala macam kalangan. Di sekolah, gereja, atau di mana pun semua orang juga bisa jadi teman.

Aku:
Dari awal harusnya kamu jangan perlakuin aku kaya gitu.

Jason:
Itu karena aku nggak tau. Jadi ya aku PDKT selayaknya seorang cowok dengan gebetannya.

Aku:
Iya udah ya. Nggak apa kok.

Jason:
Maaf ya, Jessy. Sebelum semakin berat dan parah aku pikir bijak buat ngomongin itu sekarang.

Aku:
Liat kamu takut banget dikecewain tapi bukan kamu kan yang dikecewain pada akhirnya. Tapi berarti aku udah ngilangin pikiran kamu soal kamu yang waktu itu takut kecewa dan sempet menyamakan aku dengan mantan kamu. Kenyataannya nggak sama sekali kan?

Jason:
Nggak kok. Kamu jauh lebih baik dari dia.

Aku:
Kalau aku nggak ngomong soal perubahan ini apa kamu bakal jelasin kaya sekarang?

Jason:
Udah niat jelasin kok. Dari kemarin – kemarin.

Aku:
Masa kamu nggak tau dari awal soal beda SARA? Oh ya pantes. Aku tau kamu beda.

Jason:
Iya pasti kerasa beda. Karena sejak itu aku langsung ngerasanya beda. Sedih campur kesel. Kesel karena kenapa perbedaan mempersulit keadaan. Sekali lagi maafin aku ya, Jessie. Aku nggak bisa jadi orang yang ada di sisimu selalu.

Aku:
Sakit. Nggak bisa pacaran karena “beda“ itu sakit.

Jason:
Ya. Sakit banget. Aku juga putus sama mantanku yang aku ceritain juga karena ada faktor dia Katolik serius dan aku Kristen serius. Sakit rasanya. Pengen marah sama yang menciptakan perbedaan rasanya.

Aku:
Kamu bohong dong katanya baru tau kalau nggak boleh.

Jason:
Oh iya SARA itu “A” nya agama ya. To be honest. Karena aku merasa mindset Kristiani kita sama aku rasa nggak masalah. Dia (mantan Jason) juga tau kok. Kita juga pikir jalanin aja. Tapi begitu papanya kasih ‘lampu kuning’ ya masalah deh.

Aku:
Maksud kamu yang nggak ngebolehin itu keluarga kamu?

Jason:
 Kalau soal ras, ya. Kalau agama sih nggak kayanya.

Aku:
Ras? Harus Chinese ya?

Jason:
Dari aku sendiri kalau itu. Ya harus. Karena meskipun keluarga aku nggak termasuk keluarga yang kuno banget gimana gitu, aku masih tetap pure. Dan lebih lagi dari keluarga papaku. Enam saudara yang cowok cuma papaku. Aku bawa marga. Bawa nama baik keluarga. Marga Cheng. Disebutnya cucu dalem. Cuma aku sama koko aku yang cucu dalem.

Aku:
Aku masih nggak begitu paham. Kalau soal ras kamu tau kan? Apa sejak aku bilang aku bukan Chinese?

Jason:
Ya sejak kamu bilang, aku kaget kan waktu itu. Aku sampe bilang kan aku pikir kamu Chinese. Dan sejak itu juga aku mulai ngejauh.

Aku:
Iya, tanpa penjelasan. Aku langsung tau dan sadar kok. Tapi aku diem aja.

Jason:
Aku langsung butuh waktu buat mikir. Karena aku langsung inget apa yang udah kita alami bersama. Dengan pertanyaan di dalam hati “Apakah Jessie harus dipertahankan? Meskipun itu maksa dan pasti akan ada offense dari banyak pihak. Tapi yang aku merasa paling bijak ya jangan. Mumpung belum sampe pacaran dan kalau udah terlalu deket pasti berat banget lepasnya.

Aku:
Kamu nggak ngejelasin langsung dan ngebiarin aku mengira – ngira itu sendirian.

Jason:
Maaf karena untuk beberapa hari itu aku lagi menimbang – nimbang. Kalau istilah yang pernah dibilangin sama pendeta aku “Apakah cewek itu layak untuk kamu perjuangin mati – matian?”. Aku cuma bisa jawab “Belum tau sampai situ. Karena kenal juga belum dalem – dalem banget.”
Dan dari situ aku merasa dapat jawabannya. Kalau bisa jangan. Dan aku rasa bisa. Maaf yah :(

Aku:
Iya. Terima kasih ya :)

Jason:
Kita sama – sama disakiti oleh keadaan. Tapi itulah kenyataan.
I will be your friend. Tidur yuk :)

Dan setelahnya kami masih berteman. Masih sering mengirimkan BBM, dan itu berlangsung terus hingga bulan Oktober 2011. Kemudian mulai di bulan November dan Desember hanya sesekali saja kami menyapa. Terakhir komunikasi adalah di tanggal 01 Januari 2012 untuk saling mengucapkan Happy New Year. :)
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Sesungguhnya ini adalah penolakan pertama. Penolakan hanya karena perbedaan ras.
Aku berhasil membuang jauh rasa sakit yang ditimbulkannya.
Sampai hari di mana aku harus mengalami penolakan kedua kalinya. Karena satu alasan yang juga masih sama, PERBEDAAN RAS.
Dan ini menjadi sesuatu yang mengguncang aku untuk kali kedua. Perpisahan dengan orang yang aku sayangi harus terjadi. Begitu kuat sekali perbedaan ini mematahkan harapanku, menggoyahkan jiwaku, merubuhkan kekuatanku.
Salahkah aku bila aku bukanlah murni Chinese atau sama sekali tak memiliki darah timur?
Kenapa seolah – olah itu selalu menjadi hal yang dipermasalahkan ketika bahkan aku sendiri tak pernah mempermasalahkannya sama sekali? Dan kenapa seolah itu menjadi sesuatu yang membuatku harus menerima kenyataan pahit, menelan kekecewaan, serta terus – menerus kehilangan ?
Salahkah aku atas penolakan yang betul – betul sekarang menggariskan sejarah luka di dalam hatiku?
Salahkah bila kasih sayang yang telah sempat aku berikan dan cinta yang telah diciptakan tak dapat atau bahkan tak mau aku hapuskan?
Haruskah aku membuat diriku membenci segala bentuk perbedaan seperti yang selalu mereka lakukan terhadapku?
Haruskah aku menjadi sama dengan mereka yang begitu menentang perbedaan bahkan hingga harus perasaan kasih yang tak pernah salah yang terkorbankan?
Tidak. Kenyataannya aku begitu menghargai persamaan, mencintai perbedaan. Keduanya adalah begitu indah di mataku. Hanya saja banyak yang tak mengerti, belum mengerti mungkin.
Jadi…………………… SALAHKAH AKU? :’’)

Back to Top