(cerita sebelumnya bisa baca di sini ► http://bolakacabolakaca.blogspot.com/2012/11/kukembalikan-kenangan-untukmu.html)
January
13th, 2014 | 4.15 pm
Tahun
2014 memang sudah berjalan sejak dua belas hari yang lalu. Namun, ada sebuah cerita
di awal tahun yang belum sempat aku lantunkan. Cerita tentang sebuah janji.
_________________________________________
Setiap menjelang tahun baru, tak pernah ada inginku tuk
berpikir, “Sudah berapa lama, ya, aku berpisah dengan kakak laki – laki satu-satunya
kepunyaanku?” atau “Ini tahun yang keberapa, ya, sejak aku tak pernah lagi
berbicara dengan kakak laki-laki satu-satunya kepunyaanku?”
Aku selalu berusaha mengenyahkan pertanyaan-pertanyaan yang sering
kali ‘jahil’ seperti ingin menggoda dan merusak hariku. Sebab, aku terlalu
mudah menangis untuk hal-hal yang begitu berarti dalam hidupku. Aku tahu betul
itu.
Di malam tahun baru yang lalu, tepatnya 31 Desember 2013, adalah
hari istimewa yang telah lama tak kurasakan. Berkumpul bersama keluarga yang
amat sangat kucintai, terutama Ayah; Ibu, dan yang paling memberikan kesan
mendalam di perayaan malam tahun baru itu adalah: sosok yang pernah membuatku
begitu merasa terpuruk akan kehilangan, sosok yang semakin sulit kutemui dan
kugapai, sosok yang selalu aku rindukan, kini berada bersamaku untuk menyambut
detik-detik berakhirnya tahun 2013. Dia adalah saudara kandungku. Kakak
laki-laki kesayanganku. Ia kembali. Hari itu ia datang bersama kekasihnya.
Kami memang tak merayakannya secara besar-besaran, hanya sebuah
perayaan sederhana, namun apa yang terjadi begitu membekas dalam benak, meresap erat dalam hati.
Sudah sejak satu jam sebelum tahun 2014 tiba, bunyi kembang api
sudah mulai terdengar bersahut-sahutan. Betapa cantik dan indahnya warna-warni
kembang api yang bersinar di langit malam hari itu, seakan ingin ikut
bersorak-sorai untuk kebahagiaan yang kurasakan, meski beberapa kali aku
menutup telinga karena tidak tahan dengan suara bising dari kembang api.
Dan hingga tiba pukul 00.00, tanda berakhirnya tahun 2013, Ayah;
Ibu; Kakak; dan aku saling mengucapkan selamat, doa, dan harapan di tahun yang
baru, tanpa lupa memberikan pelukan dan ciuman hangat.
Namun ada satu hal yang
meretakkan hatiku saat itu, aku dan kakak kesayanganku tak juga saling
berbicara. Hanya aku dan dia yang tak mengucapkan sepatah kata pun di malam
itu, meski aku ingin sekali meraih tangannya, menjabatnya, bahkan memeluknya dan
mengatakan… “Kak, aku rindu….Rindu
sekali. Berikan aku pelukan tahun baru, ya.”
Namun, semua hanya berada
dalam anganku. Aku tetap menemukan diriku mematung tak melakukan apa-apa. Walaupun
ada hal yang amat sangat kusadari, ia merasakan sesuatu yang sama. Jarak telah
terbentang begitu jauh di antara kami.
Kami hanya mampu saling menatap diam-diam. Bahkan terkadang kami
hanya saling berjalan sambil lalu, seolah kami adalah bayangan tak terlihat.
Kecanggungan yang terjadi sebagai akibat dari sebuah pertengkaran di masa lalu
itu semakin menjadi saat keadaan memaksa kami untuk tak lagi tinggal bersama.
Hingga setiap kali kami punya kesempatan untuk bertemu, yang terjadi selalu bisa
kuterka meski itu menyakitkan. Kami seolah telah menjadi orang lain yang sedang
menginjakkan kaki di tempat yang sama.
Kami seolah hilang ingatan atau memaksa
lupa akan begitu banyak kenangan indah yang pernah kami lalui di masa kecil.
Sebuah masa di mana aku menyadari bahwa kakak laki-lakiku adalah satu-satunya
teman paling berharga untukku, teman yang takkan pernah kekurangan kasih
sayangku tak peduli seberapa sering kami berselisih, teman terbaik yang
seringkali kutangisi diam-diam sejak kami tak lagi tinggal bersama; sejak
kurasakan sepi setiap kali menolehkan kepala ke tempat di mana ia biasa
tertidur dan aku tak lagi dapat menemukannya berbaring di sana…….. KOSONG.
Tetapi, sedetik kemudian kurasakan hatiku yang sebelumnya berderak
meski tanpa bunyi; berserakkan meski tak terlihat, kembali utuh seperti sedia
kala ketika sesuatu menghampiri benakku yang sempat lumpuh sesaat.
Di dunia ini baru ada dua buah cinta―yang
paling tidak telah kurasakan―yang benar-benar menawarkan ketulusan dan
selalu meluluhkan diriku yang terkadang keras seperti batu. Yang pertama adalah
cinta dari Sang Pencipta, yang takkan pernah kuragukan lewat cara-Nya
mendamaikanku setiap kali aku bersimpuh di hadapan-Nya. Yang kedua adalah cinta
dalam sebuah keluarga, yang takkan pernah kuingkari betapa kuatnya hubungan darah
yang mengalir di dalam tubuhku dan tubuhnya. Diriku dan dirinya memiliki darah
yang sama. Aku takkan pernah mampu mencoba tuk membencinya atas apa yang
terjadi di antara kami selama bertahun-tahun.
Semakin kurasakan kasih sayang yang begitu dalam terhadapnya
seiring berjalannya waktu. Kini, aku bukanlah lagi gadis kecil yang menanamkan
satu-persatu tangkai bunga cinta untuknya setiap kali ia mengajakku bermain
atau memberikanku hadiah di hari ulang tahun. Kini, hanya dengan memandangnya
meski tanpa leluasa dalam keheningan sudahlah cukup untukku menyadari bahwa aku
begitu mencintainya hingga akan kutanamkan berjuta tangkai bunga cinta untuknya tanpa sekalipun memintanya untuk memberiku tangkai bunga yang sama.
Ayah tak henti-hentinya mengingatkanku, “Kalian hanya berdua bila Ayah dan Ibu sudah tiada. Apa pun yang
terjadi kalian harus selalu bersama-sama, saling membantu tanpa pernah ada rasa
bosan atau keluh kesah. Sebab kalian bersaudara, satu darah.”
Dan tepat di malam tahun baru, kukatakan dengan teguh dalam
hati, “Meski jarak yang berwujud layaknya
bayangan masih menjadi pembatas antara kita, namun rasa sayangku untukmu takkan
pernah berubah sampai kapan pun. Yakinlah suatu hari nanti kita akan kembali
bersatu seperti sedia kala. Bahkan menggapai kebahagiaan lebih banyak dari apa
yangpernah kita dapatkan di masa
kanak-kanak. Aku akan selalu menjadi seorang yang berbahagia dalam setiap sukamu
dan penolong abadi dalam setiap dukamu. Sebab kita bersaudara, kita sedarah,
dan kamu adalah satu-satunya kakak kesayanganku.”
Ini adalah sebuah
janjiku di tahun baru untukmu. Aku menyayangimu. Dan aku tahu kau menyayangiku
sebagaimana aku terhadapmu.
Post a Comment