Teruntuk:
Kamu yang menciptakan rasa di dalam hatiku,
namun mulai melupakan hal –
hal manis di antara kita.
........................................................................................
.............................
.........................................................................................
Entah kamu masih mau membaca cerita tentang kita atau tidak.
Aku tetap menuliskannya.
Karena bahkan kita seperti tak begitu punya waktu untuk saling bertatap muka membicarakan segala yang hampir memporak - pondakan hubungan kita saat ini.
Entah kapan kemungkinan kamu akan membaca "surat" ini.
Aku tetap menuliskannya.
Karena di saat bibirku belum diijinkan untuk mengatakannya secara langsung dan terhalang oleh keadaan, aku masih bisa menulisnya.
Meski rasanya seperti harus bekerja dua kali lipatnya karena tulisan akan mengundang lebih banyak kata dibandingkan mengatakannya secara langsung.
________________________________________________________________________________________________________
Hey.
Sedang apa kamu di sana?
Merindukanku? Atau
melupakanku?
Entahlah. Ini benar – benar
aneh.
Runtunan rasa cemas dan
gelisah seperti mengusik hati dan pikiranku.
Sejak kurasakan kamu
berubah menjadi berbeda.
Tak lagi seperti saat awal
aku mengenal kamu.
Hingga aku tak mampu lagi
membendung segalanya.
Meski aku telah berusaha
menyingkirkan itu semua dengan menghibur diriku sendiri,
mengingat setiap kenangan
kecil namun manis yang pernah kamu lakukan untukku.
Memaksaku untuk tetap
percaya bahwa kamu masih sama seperti dulu.
Tapi nyatanya hal itu tak
membuatku merasa jauh lebih baik.
Malah seperti menambahkan
goresan luka yang telah ada sebelumnya.
Tak sedikit yang merasakan
bahwa pria memang takkan memperlakukan pasangannya seantusias dulu saat mereka
belum mendapatkan.
Sesuatu memang terlihat menarik sebelum mendapatkan. Diabaikan begitu mendapatkan. Dan menyesal setelah
kehilangan. Begitu kan manusia? :)
Namun, ada satu hal yang
seringnya tak disadari oleh kamu dan juga mungkin pria – pria di luar sana.
Bahwa wanita termasuk aku
akan begitu mengingat dan menyimpan segala hal di waktu pertama kali kamu
memperlihatkan usaha yang begitu mati – matian untuk mendapatkan aku.
Aku mencoba untuk mengerti,
menganggapnya sebagai siklus yang biasa dalam hubungan antara pria dan wanita
meski begitu bertentangan dengan hati.
Namun, kebiasaan –
kebiasaan kecil yang kurasakan istimewa,
yang sama sekali tak pernah
kubayangkan akan memudar,
tiba – tiba menghilang
begitu saja.
Dan sejak itu, sosokmu yang
kukenal dulu seperti pergi tanpa permisi.
Tanpa sempat kubilang
“Jangan pergi.....”
Aku sempat memberitahukan
kamu bukan tentang apa yang kurasa?
Kamu menenangkan aku, tapi
sepertinya hal itu hanya bertahan selama beberapa lama.
Walau begitu masih kucoba
tuk bertahan, memberikan sugesti kepada pikiranku sendiri bahwa ini hanyalah
mimpi buruk dan perasaan belaka.
Hanya perasaan rindu kepada
waktu saat aku mendapati kamu selalu memiliki cara – cara yang manis untuk
membuatku tersenyum.
Tapi perubahanmu kian
menjadi. Aku kehilangan. Benar – benar kehilangan. :’)
Pesan – pesan singkat
darimu berubah menjadi pesan – pesan yang teramat singkat.
Kita seperti kehilangan
pembicaraan dan tak dapat menemukannya lagi.
Aku juga tak lagi pernah dikejutkan
dengan Voice Note darimu yang suka tiba – tiba membuat LED handphoneku berkedip
tanda kamu mengirimkannya untukku tanpa harus kuminta dahulu.
Aku tak lagi pernah
menerima telepon darimu, baik saat kamu kurasakan begitu ingin mendengar
suaraku, berbicara denganku.
Atau juga bahkan kamu akan
meneleponku berkali – kali saat aku begitu lama tak membalas pesanmu kan?
Tak sekalipun aku anggap
kamu terlalu berlebihan dalam menjagaku.
Aku menikmatinya sampai
kemudian mendadak itu semua hilang. Entah kenapa :’)
Juga saat kamu begitu
sering mengatakan “Aku kangen.....” dan “Aku pengen
banget ketemu kamu....” yang membuatku merasa dibutuhkan turut
menghilang.
Seringnya aku yang
mengucapkan kalimat rindu lebih dulu baru kemudian kamu membalasnya.
Aku tahu mungkin yang ada
di pikiranmu saat membaca ini hanyalah perihal tingkahku yang terlihat seperti
anak kecil.
Atau kamu menertawakan aku
karena meributkan hal – hal yang mungkin kamu pikir ini tidaklah penting namun
sebenarnya tanpa kamu tahu ini selalu membuatku tersenyum bahagia.
Tapi bolehkah aku meminta
kamu untuk berpikir sejenak? :’)
Di saat ada gadis lain
merengek - rengek meributkan kekasihnya yang sekali dua kali tak membalas pesan
melalui media sosial,
yang seolah ingin
memperlihatkan kepada semua bahwa mereka sedang di mabuk cinta,
aku hanya ingin agar kamu
tetap mengirimkan pesan – pesan manis yang lucu seperti dulu.
Segalanya terasa begitu
membahagiakan saat kita membicarakan banyak hal yang tentu saja menyenangkan.
Tanpa ada rengekan dariku
bahwa kamu harus memperlihatkan kisah kita kepada yang lainnya.
Tanpa ada rasa keberatan
bila kamu tak pernah lagi menjawab pesan dalam Twitterku untukmu.
“Karena saat pria dan
wanita telah memutuskan untuk menyatukan diri, akan lebih nyaman untuk pria
mengutarakan segalanya lewat sesuatu yang tak perlu orang lain tahu.”
Kamu ingat aku pernah
mengatakan itu dan kamu mengiyakan? :’)
Di saat ada gadis lain yang
tak dapat mengendalikan rasa kesal saat kekasihnya hanya punya waktu sedikit
saja untuk sesekali berhubungan melalui telepon,
Aku di sini sabar menanti
kamu mempunyai waktu dan pulsa yang cukup lagi untuk meneleponku seperti yang
sering kamu lakukan dulu.
Sampai sekarang aku masih
mengingat pesan BBM dan menyimpan SMS kamu yang sering sekali mengatakan, “Jessy,
aku mau telepon kamu bisa?” atau “Nanti aku telepon lagi
yaaa.”
Aku di sini menunggu –
nunggu kapan kamu akan berkata, “Sayang, kamu bisa telepon aku?” seperti
yang akan kamu lakukan saat kamu sedang tak punya pulsa telepon untuk
menghubungi aku.
Aku di sini berusaha mengerti saat kamu katakan, "Aku tuh nggak enak kalau telepon di depan anak - anak. Ini soalnya aku lagi di bengkel yang beda, bukan yang biasanya. Aku juga di sini susah menyingkir kemana - mana buat teleponan sama kamu."
Juga saat aku terlanjur kegirangan saat melihat namamu tertera di layar handphoneku, tanda kamu meneleponku.
Dan saat kuangkat kamu berkata, "Lho? Kamu nelepon? Apa aku? Duh, sori sori kepencet berarti aku."
Aku hanya menjawab, "Hahaha ya udah ya udah." klik. Telepon terputus. Dan tanpa kamu tahu sama sekali bahwa aku kecewa. :')
Aku di sini bertanya –
tanya apa kamu tak lagi merindukan suaraku sebagai penyembuh sejenak untuk rasa
rindu yang sering kali begitu memberatkan hati karena keinginan untuk bertemu
yang begitu menggebu.
Ataukah memang sekarang
hanya aku saja yang merasakannya? :')
Di saat ada gadis lain
sibuk meributkan kekasihnya yang jarang mengajaknya menghabiskan waktu malam
minggu berdua,
Mendapatkan kabar darimu
dan juga pesan – pesan manismu sudah lebih dari cukup untukku.
Tanpa pernah memaksamu
untuk selalu mengajakku pergi meski keinginan itu ada.
Di saat ada gadis lain
menggerutu ketika pergi dengan kekasihnya tanpa kendaraan pribadi,
Aku hanya menginginkan
serta berusaha bertemu kamu bagaimana pun caranya.
Tanpa rasa kesal bila kita
berdua diharuskan berjalan dengan kendaraan yang bukan milik pribadi.
Tanpa pernah mau merepotkan
minta diantarkan pulang hingga tiba di rumah.
Karena aku mengerti kamu :)
Di saat ada gadis lain yang
selalu mengerutkan wajah setiap kali kekasihnya hanya memiliki waktu sebentar
saja untuk bertemu,
Aku di sini menunggu. Dan
terus menunggu. Juga mencoba mengerti kesibukanmu.
Juga mengerti setiap kali
kamu mengatakan, “Aku lagi nggak ada kendaraan.” atau “Aku mesti ke bengkel,
sayang.” atau alasan – alasan kamu lainnya.
Meski sesungguhnya aku
seringkali berpikir dan mengingat bagaimana kamu begitu antusias memaksaku
bertemu untuk pertama kalinya walau tengah malam telah tiba. :’)
Di saat ada gadis lain yang langsung
seolah mengibarkan ‘bendera perang’ saat merasa kekasihnya berubah secara
drastis,
Aku di sini terdiam terlebih
dahulu. Berpikir sejenak.
Berusaha mencerna apa yang sedang
terjadi mulai dari awal hingga menyimpulkan sesuatu.
Aku di sini bahkan kembali
membuka percakapan lama kita untuk memastikan kata hatiku yang berkata bahwa
memang telah terjadi perubahan dalam dirimu yang entah karena apa.
Aku yang dulu di sini tersenyum
senang saat membaca percakapan itu.
Aku sekarang di sini menitikkan
air mata membaca percakapan lama kita.
Berusaha menggali lagi perasaan
gembira yang kudapatkan waktu menerima pesan itu darimu.
Dengan harap senyum itu akan
muncul kembali, walau hanya sekilas :’)
Di saat ada gadis lain yang langsung menyerah dan menolak untuk mendengarkan karena terlanjur sakit hatinya.
Aku masih di sini mencoba untuk mendengarkan segala alasan - alasanmu dan meminta logikaku untuk berusaha mencerna, dan meminta hatiku agar bertahan dan jangan sampai bertambah koyak.
Lama – kelamaan segalanya seakan membuatku mati rasa.
Jenuh. Sempat kuminta untuk kita tak saling mengirimkan pesan sejenak dengan maksud untuk menenangkan hatiku.
Namun hasilnya nihil. Kehampaan malah semakin begitu terasa.
Kekosongan seakan memenuhi relung hatiku.
Hingga terakhir kali, dua
minggu lamanya hanya saling berkabar melalui pesan.
Yang juga saat itu adalah
waktu di mana aku telah kehilangan kebiasaan – kebiasaan manismu yang
menyenangkan.
Aku tetap bertahan. Sabar
menanti waktu kita bertemu yang bahkan entah kapan aku tak pernah dapat menerka.
:’)
Aku benar – benar menyadari
segala perasaan, emosi, serta amarah seperti bercampur menjadi satu di dalam
hati.
Dan lagi – lagi aku masih
berusaha menahannya.
Rasa sakit yang belakangan ini
sering kurasakan di kepala dan nyeri yang begitu menyesakkan di dada setiap
kali terbebani dengan sesuatu yang terlalu berat menjadi alasanku juga mengapa
aku bertahan.
Pertengkaran kita semakin sering
terjadi.
Aku tak pernah mengerti kenapa
kamu menganggap aku begitu tak mengerti kamu di saat bahkan aku tak pernah
memintamu hal – hal yang sulit bukan? :’)
Apa segalanya yang telah coba kumengerti membuatmu bersikap seenaknya terhadapku? Dan lalu kemudian kamu katakan aku tak mengerti kamu, begitu? HAAAAH !!! :"D
Aku benar - benar kecewa saat kamu selalu mengatakan “Kaya anak
kecil lo!” atau “Labil ya kayak anak SMA!”
Apa kamu tahu? Seringkali di saat
kamu berkata seperti itu, orang yang kamu anggap labil dan bertingkah seperti
anak kecil ini, sesungguhnya tengah sibuk menutup rapat – rapat kedua telinga
dengan kedua tangan yang aku punya saat di luar kamarku suara gaduh dan bising
membuatku harus tetap membuka mataku, berjaga – jaga bila sesuatu yang tak
diinginkan terjadi.
Sedari aku masih amat sangatlah
kecil, aku dengan begitu polosnya memberi ruang bagi kecemburuan tuk masuk
dalam diriku.
Aku iri melihat teman – temanku mendapatkan
tawa bahagia milik mereka.
Namun aku?
Diperlihatkan kepadaku begitu
banyak hal yang seharusnya tak boleh kulihat.
Porak – poranda dalam tempat
tinggal yang seharusnya menghangatkanku.
Diperdengarkan kepadaku suara –
suara kegaduhan yang begitu memekakkan telinga,
dalam tempat tinggal yang
seharusnya memberiku ketenangan.
Dipertanyakan kepadaku sebuah
pilihan untuk memilih dengan siapa aku ingin tinggal,
di saat seharusnya yang kuterima
adalah ajakan bepergian ke Taman Bermain atau Dunia Fantasi.
Keadaan seperti memaksaku untuk
menjadi dewasa lebih cepat sepuluh kali lipat dari yang semestinya di saat
seharusnya yang aku dapatkan adalah tawa renyah waktu bermain ayunan ataupun
senyum lebar saat dibelikan permen manis.
Saat itu yang kurasakan hanyalah
kesesakan yang terus – menerus menyusup ke dalam hati.
Sesak itu seperti memiliki bilah
mata pisau yang runcing.
Sehingga ia merobek hatiku begitu
dalamnya, mencabik, serta memberiku rasa sakit yang amat sangat.
Aku terluka.
Meneteskan air mata dalam
keheningan seperti sebuah rutinitas untukku.
Membisu dan berpura – pura menganggap
segalanya tak ada selalu kulakukan,
setiap kali berinteraksi dengan
orang – orang di luar sana.
Aku memberikan sugesti terhadap
pikiranku sendiri bahwa aku akan baik – baik saja.
Luka itu tetap ada hingga sekarang aku benar - benar beranjak dewasa.
Aku bahkan tak dapat menyeka air
mata yang mengalir deras saat itu karena aku tak mau menurunkan kedua tanganku
yang menutup telinga. Aku ketakutan, kamu tau? :’)
Sesungguhnya aku tengah bersusah
payah mengatur nafas serta mengendalikan emosiku saat masalah seolah
menyerangku bertubi – tubi dari segala arah.
Aku begitu mengingat ketika kamu
mengatakan “Kalau ada apa – apa kamu
bilang ya sama aku. Aku lebih suka kamu langsung ngomong, aku nggak mau
semuanya dipendem dan baru dibicarain setelah menumpuk nantinya.”
Sampai akhirnya kita pun bertemu
juga kemarin, tepatnya di tanggal 10 Januari 2013.
Tapi ternyata aku tak begitu
memiliki banyak kesempatan untuk mengutarakan segala yang kurasakan. Tanpa kamu sadari bahwa aku begitu punya banyak hal yang
mengganjal di hatiku.
Dan sekarang di saat aku begitu
ingin memberitahukannya kepadamu walau ku tahu mungkin akan begitu sulit
untukku mengutarakannya, kamu bersikap seolah tak ingin mendengarkan.
Bagimu sekedar membicarakan lewat
pesan atau telepon sudahlah cukup.
Tanpa pernah berpikir apa aku
juga merasa “cukup” dengan hanya begitu saja?
Bukankah kamu yang meminta aku
untuk mengutarakan segala yang kurasa?
Bila saja kamu tak mengatakannya,
mungkin aku tak perlu merasa terluka saat kamu ternyata terkesan tak ingin
tahu.
Aku tak salah bukan bila sedari
awal aku begitu takut dan merasa kesulitan mengatakan apa yang sebenarnya
terbersit di pikiranku kepada orang lain?
Karena akan lebih baik untukku
memendam itu semua sendiri daripada harus mendengar janji manis yang berujung
hantaman luka untuk hatiku saat kata – kata itu seperti dilupakan begitu saja :’)
Aku juga tak bisa mengerti
mengapa kamu berpikir bahwa aku seolah mencari – cari perkara tanpa pernah bisa
mengerti kamu sama sekali.
Kamu anggap aku begitu marah hanya
karena semalam pesanmu begitu teramat singkat.
“Aku kan udah bela – belain kemarin lagi
nyetir aku tetep BBM kamu. Sekarang apalagi sih. Ya Tuhaaaan,” begitu kan katamu?
Kamu tahu? Sesungguhnya aku malah
tak ingin kamu memaksakan diri untuk mengirim pesan di saat kamu sedang
mengendarai mobil. Begitu juga saat kamu sedang menghabiskan waktu bersama
teman – teman.
Mungkin kamu tak ingat saat aku
berkata, “Kamu kalau lagi kumpul sama teman – teman nggak apa nggak BBM-an
dulu. Nanti aja kabarin aku lagi daripada kamu balesnya lama kaya gini. Aku
malah nunggu – nunggu.”
Mengapa? Karena aku memperhatikan
kamu. :)
Juga karena sesungguhnya aku betul - betul kecewa.
Kita bertemu kemarin hanya sekadar melepas rindu.
Dan aku ingat betul kamu mengatakan, "Besok jumat kita ketemu lagi ya."
Aku senang, karena rencana untuk mengajakmu membicarakan masalah kita langsung terbersit sesaat setelah kamu mengatakannya.
Namun saat aku berusaha membuat kamu ingat akan apa yang kamu katakan, kamu malah menyangka hal yang buruk terhadapku. Sakit sekali rasanya.
Apalagi setelah kurasakan kamu
bertambah semakin berubah dan berubah.
Bahkan untuk memahami perasaanku
saja tak mampu.
Bahkan kamu seolah menuduhku
dengan berkata, “Aku tahu memang kamunya
aja yang udah berubah sama aku. Aku ngerasa kok,” tanpa kamu tahu bahwa aku
sesungguhnya bersikap seperti itu karena aku lebih dulu merasa kamu berbeda.
Dengan berat hati aku mengikuti
perubahan sikapmu yang sebenarnya menyakitkan hatiku.
Aku memaksa diriku untuk menyesuaikan
diriku dengan keadaan yang sebenarnya menyesakkan dadaku yang terus menahan agar segalanya jangan sampai meledak.
Menjadi seorang pengendali perasaan dan emosi untuk diri sendiri itu bukanlah hal yang mudah, tapi entah kenapa orang lain seringkali menyepelekan. Aku hanya khawatir saat tiba waktunya di mana aku tak lagi dapat menampung semuanya.
Hingga akhirnya segalanya memang meledak. Bahkan tanpa pernah kusangka.
Aku mendadak seperti kehilangan kendali. Tak dapat mengenal dan membedakan serta mengekspresikan emosi dengan baik.
Aku seperti bukan diriku.
Pertengkaran kita semakin hebat. Dan ketidakpedulianmu juga seolah begitu terlihat hebat di mataku.
Aku sempat memintamu untuk tetap menemuiku bukan semata karena aku mementingkan egoku.
Namun karena aku teramat sangat menyadari, segalanya akan bertambah lebih buruk dari ini bila kita tidak membicarakannya secara langsung.
Namun ternyata, kamu tetap mengatakan, "Aku nggak bisa...."
Baiklah aku mengerti. Seperti biasanya aku mengerti kamu, Jonathan Sylvester :)))
Dan mungkin akan seperti biasanya juga kamu anggap aku tak mengerti kamu :)
Maaf bila kata - kata yang kuungkapkan di sini menurutmu terlalu banyak atau mungkin membuang waktumu saja.
Namun memang inilah kenyataannya.
Ini alasan mengapa aku begitu ingin bertemu kamu, membicarakan segalanya secara langsung agar semuanya bisa membaik. Dan agar kamu pun mengerti yang sesungguhnya.
Juga agar aku dapat mengetahui isi hatimu serta mengajakmu mencari solusi untuk kita berdua.
Aku bahkan tak lagi bisa marah terhadapmu.
Karena mati rasa yang semakin kurasakan begitu dalam.
Aku memilih untuk diam.
"Kalau pasangan kamu marah, santai ajalah. Lebih baik liat dia marah daripada dia diem. Karena kalau udah diem artinya benar - benar kecewa :)"
Aku tersenyum hambar bila mengingat kata - kata buatanku sendiri dua hari yang lalu :')
________________________________________________________________________________________________________
"I gave you the space so you could breathe,
I kept my distance so you would be free,
And hoped that you'd find the missing piece to bring you back to me"
- Adele- -________________________________________________________________________________________________________
Saling berkomunikasi lewat pesan atau telepon bahkan sudah tak lagi mampu mengobati sakitnya aku. Dan menenangkan hatiku yang terluka.
Namun aku tak lagi ingin memaksa agar tak dianggap anak kecil lagi olehmu.
Segalanya kuserahkan padamu, ya.
Hubungi aku jika kamu yang amat sangat sibuk itu telah memiliki serta akan merelakan waktu sedikit saja untuk aku yang entah masih berada dalam hatimu atau tidak.
Katakan padaku jika kamu sudah siap untuk dua kemungkinan: mengajakku memperbaiki hubungan kita atau mengakhirinya.
_________________________________________________________________________________________________
Why don't you remember?
The reason you loved me before,
Baby, please remember you used to love me before.
- Adele -
________________________________________________________________________________________________________
Dari:
Aku yang berusaha mengungkapkan rasa ke dalam hatimu.
dengan mengingatkan kembali hal - hal manis di antara kita.