January 2013

Hadir-Mu Di Tengah Sesakku :')

<If you read this post from PC, look at the music player on the top. Play the OST Pandora Hearts - Parting Song for your backsound!>
_______________________________________________________________________________________________
Sebuah kesaksian kecil milikku.....
Kupersembahkan untuk keluarga, sahabat, teman – teman, saudara – saudara terkasih, baik yang aku kenal maupun tidak.☺ 
Dalam jejak langkah manusia mengarungi perjalanan hidup, pasti pernah mengalami yang namanya dirundung masalah yang membuat nya merasa takut, cemas, sedih, atau perasaan yang tidak menyenangkan lainnya. 
Bisa terjadi pada aku, kamu, kita, atau mereka. Entah siapapun itu.
Dan sejujurnya aku pun tengah merasakannya.
Aku takkan menyebutkan apapun yang menjadi penyebab kegelisahan yang tengah aku alami.
Karena aku sendiri pun tak sanggup menjelaskan segalanya pada diriku sendiri.
Mungkin sebenarnya kekhawatiran dan ketakutan yang aku rasakan telah ada sejak lama, hanya saja kali ini aku merasa sedang berada di puncak kelelahan.
Benar – benar lelah.  :’)
Hingga aku seperti kehilangan arah. Aku hampir tak bisa berjalan lurus.
Aku dibuat sempoyongan, seperti orang kebingungan yang tak tahu tujuan kemana harus melangkah.
Meskipun begitu aku tetap terus mencoba tuk menguatkan diriku.
Seolah memberi pengertian terhadap hati dan pikiranku agar jangan sampai goyah, bahkan runtuh.
Namun, semuanya terasa sulit. Aku benar – benar kesesakkan. Aku kesulitan bernafas.
Rasanya seperti tak dibiarkan untuk menghirup udara bebas secara lepas.
Hatiku tak tenang karena diliputi kecemasan. Sesuatu yang mungkin kasat mata namun begitu terasa ingin mengoyakkan jiwa dan ragaku.
Sesuatu itu tak hanya satu. Ia bagai pasukan sekutu yang ingin mengeroyok aku secara serempak. Jumlahnya yang tak terkira seakan ingin merubuhkan aku dalam sekejap.
Setiap siang dan malam aku menangis. Mungkin bukan cuma aku yang kelelahan, mataku terasa panas dan membengkak karena terus – menerus mengeluarkan air mata.
Mungkin bila ia bisa berbicara, ia akan berteriak memprotes aku agar aku berhenti menyuruhnya meneteskan titik – titik air mata kesedihan.
Namun, rasanya aku tak mampu lagi menciptakan senyum palsu yang selalu aku perlihatkan pada mereka di luar sana.
Dan di saat aku tak mampu meredam kesesakkan milikku sendiri, orang berbondong – bondong mendatangi aku. Menceritakan segala keluh kesah mereka padaku.
Tak sadarkah mereka bahwa seseorang yang selalu berusaha membuat orang di sekitarnya bahagia adalah ia yang sesungguhnya butuh dikuatkan jauh lebih dalam daripada yang mereka rasakan :’)
Sesekali perasaan ingin bersikap tak perduli dan mementingkan egoku sendiri itu memang muncul. Sama seperti yang mereka sering lakukan terhadapku.
Tetapi, nyatanya aku memang tak bisa membiarkan mereka begitu saja. Kucoba sekuat tenaga menjadi pendengar yang baik bagi mereka.
Seketika terngiang sebait lirik lagu rohani di kepalaku dan kudendangkan dalam hati, “Pakailah hidupku sebagai alat-Mu..... Seumur hidupku....” :’)
Gemuruh di dada yang membuatku merasakan nyeri masih terasa hingga sekarang. Dan aku tak diperbolehkan bermanja – manja.
Rutinitasku sehari – hari harus terus berjalan kan?
Aku selalu percaya, Tuhan akan selalu memberikan kejutan yang tak pernah terduga oleh hamba-Nya.
Hari ini, tepatnya Senin 28 Januari 2013. Aku kuliah seperti biasa. Dikarenakan sekarang sedang dalam masa UAS maka aku bisa pulang lebih cepat.
Sejak pagi hari sudah kubulatkan tekadku untuk hemat. Belakangan ini, cuaca memang sedang tidak begitu baik. Hujan yang turun terus – menerus membuat aku yang harus menempuh perjalanan dari Bekasi – Bintaro setiap harinya sering kesulitan dalam mencari kendaraan.
Atau mungkin juga disebabkan oleh alasan klise ‘malas basah – basahan’. Sehingga aku sering mengeluarkan uang untuk naik taksi yang lama – lama membuat dompetku terlihat tiris.
Tapi kali ini aku berkata pada diriku sendiri, “Hari ini harus hemat. Harus mulai membiasakan diri lagi untuk pulang naik angkutan umum.”
Seperti biasa hujan turun dengan derasnya. Aku dan beberapa orang temanku menunggu hujan reda.
Setelah langit mulai terlihat terang kembali, aku pun pulang menaiki bus. Di perjalanan, aku menghabiskan waktu membaca Alkitab di handphone-ku.
Aku berhenti pada Mazmur 25:16-17 dan membacanya dalam hati.
16 Pandanglah aku, dan kasihani aku, sebab aku kesepian dan sengsara. 17 Kesusahan hatiku semakin bertambah bebaskanlah aku dari kesesakanku.
Aku sempat menuliskan ayat tersebut di Personal Message BBM ku.
Sesampainya di tempat perhentian bus yang dituju, aku turun. Perjalanan ke rumahku tak berhenti hingga disitu.
Aku masih harus menaiki angkutan umum satu kali, lalu turun di sisi tol dekat rumahku, kemudian harus menggunakan jasa ojek untuk sampai di rumah. Fiuhhh~
Di angkutan umum tersebut, ada tiga orang anak SMP yang sedang berbincang – bincang. Salah satu di antara mereka duduk dengan memegang sebuah piala dan map yang dapat kutebak itu adalah piagam hasil prestasinya. Sempat kulihat nama yang tertera di baju seragamnya. Zanisa M.
Karena duduknya berdekatan denganku, aku pun dapat mendengar sekilas pembicaraan mereka.
Kedua teman Zanisa sibuk melontarkan pertanyaan bertubi – tubi yang sebenarnya membuatku ingin tertawa geli tapi kucoba untuk menahannya.
Teman 1:
Kamu makannya apa sih Nis?
Zanisa:
Aku makannya nasi lah.
Teman 2:
Kamu setiap hari belajar ya? Buka – buka buku terus ya?
Zanisa:
Nggak kok, aku cuma baca sedikit, terus nulis – nulis aja gitu.
Teman 1:
Kamu pokoknya harus ajarin aku! Kamu ijin sana sama mamamu, terus bilang nanti ke rumah aku untuk belajar sama – sama.
Zanisa:
(tersenyum) Iya, nanti aku ajarin.
Teman 2:
Oh ya, nilai matematika kamu berapa? Nilai IPA?
Teman 1:
Kalau nilai IPS mu? Terus, terus, nilai bahasa indonesia?
Zanisa:
(Menyebutkan satu – persatu nilai yang diperolehnya. Aku tak begitu dapat mengingat berapa nilainya untuk masing – masing pelajaran yang ditanya oleh temannya.)
Teman 1 & Teman 2:
Ih enak banget sihhhh kamu. Nanti ajarin kita ya!

Saat mendengar obrolan mereka bertiga, kalian tahu apa yang kurasakan?
Hatiku seperti diliputi sesuatu yang membuatku merasa damai, senang, terharu, dan........ HEI INI BENAR – BENAR MELEGAKAN HATIKU!
Mengapa? Karena selama ini di sekelilingku begitu banyak manusia palsu yang memakai topeng dan bersikap seolah – olah teman padahal mereka hanya ingin memanfaatkan apa yang ada dalam diriku dan setelahnya meninggalkanku saat mereka tahu aku terjatuh.
Melihat pemandangan yang baru saja kulihat di tengah – tengah kejamnya kehidupan di dunia saat ini sama halnya dengan menemukan selembar dua lembar uang di saku celana sendiri secara tiba – tiba ketika kita sedang tak memiliki uang namun amat membutuhkannya. BAHAGIA! :D
Memperhatikan pertemanan mereka yang begitu tulus. Zanisa yang pintar dengan sikapnya yang rendah hati bersedia mengajarkan teman – temannya yang begitu mengaguminya serta ingin memiliki prestasi seperti dirinya.
Tak satupun dari dua orang teman Zanisa yang merasa iri atau dipenuhi kedengkian melihat apa yang dicapai oleh Zanisa.
Beruntunglah mereka yang mengerti arti dari pertemanan yang sesungguhnya :’)
Dulu, sejak jaman aku masih duduk di Sekolah Dasar, aku sudah merasakan yang namanya dibenci dan mendapat pandangan tajam dari mereka yang iri hati bila aku mendapatkan nilai ulangan yang lebih tinggi. Juga sudah terlalu sering diperlihatkan padaku mereka yang akan mendongakkan kepala mereka tinggi – tinggi bila mereka yang mendapat nilai lebih baik dariku. :)
 
Dan aku pun teringat kata – kata dalam Mazmur 25:16-17 yang kupilih untuk mewakilkan perasaanku saat ini.
Aku tersenyum. Tuhan seperti melegakan dan memberikan kedamaian pada hatiku yang teramat sesak.
Mungkin kelihatannya Ia memberiku sesuatu yang kecil dan sederhana.
Namun yang kecil dan sederhana itulah yang membuat hati dan perasaanku merasa besar.
Besar dalam arti kata aku dipenuhi oleh cinta kasih-Nya.
Betapa Tuhan selalu menopangku di kala ku terjatuh.
Betapa Tuhan selalu memiliki cara-Nya sendiri untuk membebaskanku dari segala yang sesak.
Meskipun kelelahan yang kurasakan belum semuanya menghilang, namun apa yang baru saja Ia tunjukkan membuatku yakin bahwa di antara hiruk – pikuk orang banyak yang melakukan khianat serta dipenuhi kemunafikan, akan tetap selalu ada kebaikan yang diperlihatkan bagi mereka yang masih dan tetap setia pada Tuhan.
Kebaikan yang tentu akan menjadi terang benderang untuk hati siapa pun yang mulai merasa kegelapan begitu memenuhi seluruh muka bumi. :’)
“Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.”

Terima kasih Tuhan Yesus Kristus :’)
Jika kamu merasa lelah hatinya, datanglah kepada-Nya. Niscaya Ia akan memberi kelegaan padamu.
Semoga cerita sederhana ini bermanfaat untuk siapa pun yang membacanya. Tuhan Memberkati 

WHERE DO I LIVE?

Menurut para ahli, bumi memang telah dipersiapkan sebagai rumah untuk manusia.

Dikatakan bahwa bumi adalah planet ternyaman untuk manusia tinggal.
Namun, untuk seseorang dengan daya pikir dan rasa ingin tahu yang kuat seperti aku, mempercayai para ahli tidaklah cukup untukku.
Terasa ada yang kurang bila bukan aku sendiri yang mengecap manis – pahitnya kehidupan di tempat di mana aku di lahirkan.
Selama 19 tahun aku hidup di planet yang dipercaya sebagai tempat yang paling memungkinkan untuk adanya suatu kehidupan.
Dan aku tersadar para ahli itu mungkin lupa atau tak merasa perlu untuk meneliti ‘kehidupan-nyaman-seperti-apa’ yang mereka maksudkan?
Sekelebat pertanyaan – pertanyaan mulai muncul, menyita waktu dan perhatianku.

Pernahkah kamu mempertanyakan dunia tempatmu tinggal?
Pernahkah kamu meragukan bumi tempatmu memijakkan kaki?
Pernahkah kamu mempertanyakan makhluk – makhluk yang berada di sekelilingmu?
Pernahkah kamu meragukan bahwa mereka adalah benar manusia sama sepertimu?
Aku pernah

Aku hampir tak dapat mengingat lagi kapan pertama kali hal ini memasuki celah – celah pikiranku. Segalanya seakan masih terus menghantuiku hingga detik ini, bahkan saat aku menuliskan cerita ini.
Aku  telah diperkenalkan rasa pahit dalam sebuah kehidupan. Kutemukan itu saat melakukan apa yang disebut pertemanan.
Membingungkan bagaimana mereka – mereka di luar sana begitu mudahnya menyebut kata “TEMAN” dan “SAHABAT” hanya karena bertemu setiap hari, mengobrol di setiap saat, atau mungkin ada juga yang disebabkan karena duduk sebangku atau sering berada di kelompok kerja yang sama.
Tanpa pernah mereka sadari bahwa selalu akan ada celah untuk berkhianat satu sama lain.
Dapatkah kamu bayangkan ketika mereka yang kamu anggap teman bermainmu sehari – hari ternyata hanya akan mencarimu saat temannya yang dirasa lebih dekat dibandingkan denganmu tak ada, kemudian mengabaikanmu saat ia telah bersama temannya yang lain? Aku pernah merasakannya.
Dapatkah kamu bayangkan mereka yang telah kamu anggap sebagai teman dekatmu merancang skenario dan melakukan kebohongan dan fitnah terhadapmu yang langsung dilakukan di depan ibumu? Aku pernah merasakannya.
Dan ketika kurang lebih sekitar setahun berlalu, aku pernah iseng membicarakan hal itu dengan mereka yang melakukannya dalam waktu dan tempat yang berbeda.
Dan kalian tahu? Mereka mengatakan alasan yang sama. “Gue nggak tahu apa – apa. Gue cuma disuruh sama si dia.”
Ini adalah pertama kalinya aku mengenal sebuah pengkhianatan yang ternyata menimbulkan sakit yang teramat dalam. Bertambah sakit ketika mereka bahkan setelahnya bertindak seolah – olah tak bersalah dan saling melemparkan kesalahan satu sama lain.
Aku diam. Dan kusimpan rapat – rapat semua perasaanku. Aku hanya katakan dalam hati, “Mereka bukan teman yang dipersiapkan Tuhan untukku. Namun aku tak perlu menjauhi mereka.Aku tak perlu menganggap mereka musuhku. Aku hanya cukup membatasi seberapa jauh aku menceritakan segala tentangku kepada mereka.”
Dapatkah kau bayangkan mereka yang hanya kau ijinkan untuk mengenalmu tak lebih dari sekadar teman sekolah, teman sekelas, teman..................... Ya, apapun itu lah. Namun mereka bertindak seolah – olah adalah yang paling tahu tentangmu.
Bahkan setelahnya mereka menertawakan dirimu, mencemooh, merendahkan dirimu.  Aku juga pernah merasakannya.
“Bila tak berniat untuk mencari kebenaran atas apa yang terjadi, jangan bertindak terlalu jauh mengomentari sesuatu yang kamu nggak tahu pasti.” -@jessicapatricee
Segalanya memunculkan trauma yang terus terbawa seiring perjalanan hidupku sehingga aku begitu tak ingin menjalin kedekatan dengan orang lain. Aku melarang diriku sendiri untuk membuka seluruh kehidupanku kepada mereka. Aku menciptakan jarak. Terkadang, sendiri itu lebih menyenangkan karena takkan ada yang dapat menyakitimu.
Berulang kali aku berdoa dalam hati, "Tuhan, aku sudah merasa cukup dengan adanya Kau di sampingku. Namun tunjukkanlah padaku siapa teman - temanku yang sebenarnya."
Akan memerlukan waktu yang panjang untuk mengetahui siapa yang benar - benar teman dan siapa yang bukan.
 Setelah melewati berbagai rintangan dan diperlihatkan para penghuni di dunia yang dikatakan layak untuk tempat tinggal ini, Tuhan menjawab doaku. Ia memberikanku lima orang teman terbaik yang hingga sekarang masih berhubungan baik denganku. Hanya saja jarak serta perbedaan tempat kami menuntut ilmu yang seringkali menyulitkan waktu pertemuan kami.

Namun ternyata kehidupan pertemanan yang kejam tak berhenti sampai di situ. Tuhan masih menginginkanku tuk merasakan sesuatu yang lebih daripada apa yang pernah kuterima.
Dan aku pun akhirnya melihat dunia yang sebenarnya.
Tidakkah ini terasa lucu? Saat ada orang – orang yang mendekatiku, bersikap seolah – olah temanku. Dan aku menerimanya dengan tangan terbuka.
Aku membantunya belajar bila ada yang tak ia mengerti. Aku membantunya dengan sabar, mulai dari saat tak bisa sampai akhirnya bisa menguasai pelajaran yang tak dimengerti olehnya.
Meskipun lelah aku tetap membantunya, bahkan walau harus mengajarkannya lewat SMS yang harus ku ketik panjang – panjang dengan mata yang mulai terkantuk – kantuk. 
Karena, aku lebih dulu tahu rasanya membutuhkan seseorang namun tak ada satu pun yang datang.
Aku tetap mendengarkan deretan pertanyaan – pertanyaan yang terlontar meskipun sebenarnya aku mulai muak dengannya.
Malu bertanya membuatmu tersesat di jalan. Terlalu banyak bertanya namun tak pernah membuatmu mengerti apapun, mungkin memang kamu yang terlalu bodoh. Atau hanya berpura - pura mengerti.
Aku memakluminya saat  aku memiliki suatu ide namun dengan bangganya ia bersikap seolah – olah ide itu berasal dari buah pikirannya di depan orang lain, termasuk di depanku juga.
Aku masih tetap menganggap ada kesamaan ide saat mereka mengambil sesuatu yang lahir dari hasil pemikiranku.
Karena sesungguhnya mereka yang mengakui apapun yang berasal dari kamu adalah mereka yang selalu tersembunyi dan sesekali ingin terasa hebat di mata orang lain. Namun sayangnya mereka melakukan dengan cara yang salah.
Juga saat mereka yang pernah menjadi temanku menyebar cerita bohong tentangku, teman - teman di sekitarnya. dan tentang segalanya, hanya demi sebuah popularitas?
Karena sesungguhnya mereka yang mencari ketenaran lewat memfitnah orang lain adalah mereka yang kesepian dan tak pernah memiliki teman dalam arti sesungguhnya.
Hingga akhirnya, kurasa cukup untuk mengerti dan memaklumi saat hantaman besar mereka tujukan. Aku pun mulai bersikap dingin terhadap manusia - manusia palsu seperti mereka.
Sejujurnya aku tak ingin mengingat – ingat akan hal ini. Mungkin untuk mereka yang tak pernah merasakannya, mereka hanya akan berpikir bahwa aku penuh kemunafikan saat akhirnya aku memutuskan tuk menjauhi mereka.
Namun bolehkah aku menjabarkan segalanya disini?
Saat aku begitu muak dan akhirnya sering menghilangkan diri dari antara manusia - manusia palsu, perlahan mereka yang pernah gencar mendekati langsung menjauh seolah aku tak memiliki apa pun lagi yang menguntungkan dirinya.
Saat aku hanya bertanya sedikit saat aku merasa tak mampu menyelesaikan tugasku, tak ingatkah kamu yang pernah aku ajarkan, malah bertindak seolah - olah kamu adalah yang lebih pintar dariku.
Aku hanya tersenyum saat ada "teman" yang berada dalam satu kelompok denganku begitu takut tidak akan lulus bila tidak segera menyelesaikan tugas yang diberikan. Tanpa ia tahu bahwa aku sampai tak mengumpulkan tugas untuk mata kuliah yang lain karena ia terlanjur tak perduli saat tugasnya telah selesai lebih dahulu daripada aku yang sempat meminta sedikit waktunya untuk mengajari aku. 
Tak perlu aku jelaskan bukan? Aku tak pernah meminta jawaban tugasmu, aku hanya meminta penjelasan yang membuatku mengerti. :)
"Menjadi seorang pengingat yang baik terasa begitu melelahkan saat tau mereka yang pernah menerima uluran tanganmu saat terjatuh, bersikap tinggi hati saat kamu yang terjatuh." -@jessicapatricee :))
Tidakkah itu cukup untuk membuktikan kamu tak mampu berdiri sendiri?
Tidakkah itu cukup untuk menjelaskan padaku kamu hanya ingin mengamankan diri dan menutupi kekuranganmu di balik badan orang - orang yang kamu rasa mampu menyembunyikan keburukanmu?
"Kasihanilah mereka yang berteman hanya mengikuti arus, mendekati siapapun yang sedang berada di atas, dan meninggalkan siapapun yang sedang terjatuh."
Masihkah kalian tak mengerti siapa yang penuh dengan kemunafikan? Aku atau kalian? :))
"Jadi haruskah bersabar lebih banyak lagi ketika mereka yang pernah kita perdulikan berubah menjadi serigala berbulu domba? Menyalahgunakan kebaikan.☺" -@jessicapatricee
Namun meski kurasa berat, Tuhan tak meninggalkanku sendirian. Ia menemaniku lewat perantara seorang sahabat baik yang kukenal dari tempat yang memuakkan.
Seringkali aku bertanya, adakah orang lain yang sama sepertiku? Tuhan menjawabnya lewat sahabat terbaik yang amat sangat aku sayangi.
Meskipun tak seluruhnya sama, menemukannya adalah 1:1000000 di dunia yang isinya adalah mereka yang penuh dengan kemunafikan. Untukku "Sedikit berarti lebih banyak☺"
Memberikanku kepercayaan yang memperlihatkan bahwa masih ada cahaya terang di tengah - tengah kegelapan. Cahayaku adalah kamu sahabat...... Maria Priscilla. Hadirmu adalah hal berharga bagiku.
"In you, I've found the love of my life, and my closest, truest friend....."
Dan aku pun mengerti akan satu hal......
"Bukan dunia yang kejam melainkan manusia - manusia di dalamnya yang berlaku kejam satu dengan yang lainnya."
Jangan salahkan aku bila ada di antara kalian yang membaca ini merasa tersindir olehku. Karena aku hanya akan menilai kamu BODOH jika apa yang aku tuliskan tak membuatmu berpikir dan berintrospeksi.
______________________________________________________________________________________________
WHERE DO I LIVE? WORLD?
SO, WHEN DOES THE END OF THE WORLD COME? I’M WAITING FOR IT!!!
LET EVERYTHING PERISH! :))))

The Little Thing Called Love Episode 7: Dear, Chika.....

Dear Chika,
---------------------------------------------
Mungkin hanya ada rasa kesal di dalam hatiku saat ini.
Aku tau aku berubah.
Aku mengakuinya.
Aku meminta maaf atas segala kesalahan aku.
Aku menyesali segalanya.
Aku mencoba untuk mengembalikan keadaan.
Karena aku menyadari betapa sepi hariku tanpa ada pesan darimu.
Aku mulai mengirim pesan untukmu saat rasa rindu di hati ini tak tertahankan lagi.
Aku mengirimkan pesan singkat yang aku akhiri dengan kata – kata “Aku sayang kamu”.
Namun aku hanya mendapat balasan berupa kata “he’eh” yang MUNGKIN berarti iya atau pun tidak.
Aku bertanya kembali, “Kamu sayang kan sama aku?”
Kembali aku mendapat jawaban yang sangatlah tidak enak di hati aku,
yaitu, “Emangnya kamu sayang sama aku?”
Dari situlah, rasa sedih yang sangat mendalam terasa di hatiku.
Aku hanya bisa menangis membacanya tanpa membalas pesanmu itu.
Aku tak menyangka kamu akan mengirimkan kata – kata itu.
Sekarang aku hanya bisa menangis di dalam kesendirian ini.
Entah sampai kapan aku bisa berhenti menangis.
Maafkan aku telah mengganggu malammu.
I love you Jessica Patricia :)
______________________________________________________________________________________

P.s: 

Thankyou for this 'letter' as your reply. 
Honestly, smiles filled up my face when I read this. 
I suppose it as a surprise from you, cause you wrote with a formal language, same like that I always use when I do writing. :p
I really wish that we will always have a long time when we can talk everything that we want to share and block it off with a sweet kiss and a warm hug.
So, misunderstanding will never ruin us, my dear. :')
And do you know?
A man with full of surprises is always better than a romantic man.
Umm.... I love you too. So much ♥♥♥♥

Cinta Itu Perjuangan

Hidup itu tak pernah terlepas dari yang namanya cinta.

Kamu pernah mengalaminya bukan?
Sekali, dua kali, atau mungkin sampai kesekian yang bahkan kamu nggak tahu pasti berapa tepatnya.
Karena pada kenyataannya kamu akan jatuh cinta berkali – kali sebelum kamu mendapatkan seseorang yang benar – benar ditakdirkan untukmu.
Mengenal apalagi merasakan cinta memang rasanya membahagiakan. Bukankah ada pepatah yang bilang “Jatuh cinta berjuta rasanya”?
Namun, manusia acap kali hanya memusatkan pandangan dan perhatian terhadap hal – hal menyenangkan saja tentang cinta.
Aku pernah membaca sebuah kutipan dari seorang penulis yang aku kagumi, seorang pengarang buku berjudul Kukila. Mungkin kamu pernah tahu, mendengar, atau bahkan membacanya. Ya dialah orangnya.
“Barangkali cinta saja sudah cukup.  Pakai ‘jatuh’ bisa patah.” -M. Aan Mansyur
Manusia barangkali lupa bahwa dalam setiap hal selalu ada dua sisi yang diperlihatkan.
 Seperti kisah cinta.
Tak selalu hal menyenangkan saja yang terjadi. Namun juga hal menyedihkan mungkin saja terjadi.
Manusia sering kali lupa bahwa sekadar memiliki cinta saja tidaklah cukup.
Karena selalu dibutuhkan perjuangan untuk mempertahankan cinta :’)
Sebenarnya bila kamu memejamkan mata dan memutar ulang memori, kamu akan dan seharusnya menemukan bahwa perjuangan itu bahkan telah ada saat ingin memulai sebuah cinta.
Mungkin para pria yang sering lupa saat punya keinginan kuat untuk mendapatkan pujaan hatinya, ia akan melakukan berbagai cara untuk memilikinya. Terlihat sekali mereka begitu antusias saat ‘mengejar’ wanitanya. Mulai dari hal – hal kecil seperti waktu mengirimkan dan membalas pesan yang begitu cepat, durasi waktu saat berbicara melalui telepon, atau juga intensitas saat bertemu. Mereka melakukan perjuangan.
Mungkin para wanita juga sering kali tak menyadari ketika pria begitu bergelora dalam merebut hatinya, seberapa sering senyum yang tercipta dan kencangnya debaran jantung yang mengisyaratkan perasaan dan kata hati turut menorehkan perjuangan. Karena memutuskan untuk memilih atau menolak seorang pria adalah suatu permulaan dalam cinta. Sebelum akhirnya dihadapkan pada hal - hal yang membutuhkan lebih banyak lagi perjuangan.

Tuhan mempertemukan dua insan manusia yang bahkan kita tak pernah dapat menebak dengan siapa, kapan, dan di mana itu akan terjadi.
Tentu saja juga tak dapat menerka apa yang akan terjadi dalam masa depan. Baik itu satu bulan kemudian, satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun kemudian, dsb.
Apalagi yang dapat kita lakukan selain berdoa serta berusaha mempertahankan segala yang ada bukan? :’)

Berbicara soal takdir, aku termasuk salah satu yang percaya bahwa segalanya ada yang mengatur termasuk cinta.
Terkadang, ada rasa kesal yang menyelinap setiap kali aku mendengar siapa pun yang berbicara, “Ah, enak banget sih lo sama dia. Nggak kaya gue sama pacar gue nih. Bla bla bla....”
Hey. Tuhan bahkan sudah menuliskan script dan suratan takdir untuk kamu. Mengapa harus membandingkannya dengan kisah milik orang lain?
Karena sesungguhnya manusia para penghuni dunia bawah langit hanyalah seorang aktor dan aktris yang memainkan peran berdasarkan skenario milik Sang Pencipta sebagai sutradara.
Semuanya hanya tergantung kepada kamu dan pasangan kamu dalam menjalaninya. Seberapa kuat kalian untuk saling menjaga dan mempertahankan.

Lalu, bagaimana dengan perjuangan itu sendiri?
Aku punya pandangan khusus untuk hal ini. 
Pandangan yang berasal dari pengalaman di masa yang lalu.
Untukku membicarakan masa lalu bukanlah masalah selama aku tak terjerat di dalamnya.

Masa lalu memang ada untuk dikenang, meski sekelam apapun.
Karena tanpa masa lalu aku takkan pernah bisa bangkit berdiri di masa sekarang dalam upaya memperjuangkan masa depan.
Mungkin bukan hanya aku yang pernah mengalami kisah cinta yang begitu pahit.
Dan kepahitan itu meninggalkan luka dalam dan membutuhkan waktu untuk menyembuhkannya.
Bukan hanya aku yang pernah diharuskan mengerti dan menjalani hubungan dengan rentang jarak yang jauh.
Bukan hanya aku yang pernah merasakan waktu seakan ingin menunda pertemuan antara aku dan orang yang aku cintai yang membuatku harus sabar menunggu.
Bukan hanya aku yang pernah mengalami cerita cinta yang berakhir dengan pengkhianatan.
Bukan hanya aku yang pernah mendapatkan janji manis namun segalanya seperti terlupakan begitu saja.
Bukan hanya aku yang pernah menghadapi seseorang yang sebenarnya begitu mempunyai cinta yang dalam namun segalanya terpaksa berakhir karena ia punya suatu ‘rahasia’ yang selalu melemahkan tubuhnya yang membuatnya merasa bahwa ia takkan bisa membahagiakanku.
Dan bukan hanya aku juga yang pernah menghadapi perbedaan dalam cinta.
Perbedaan yang membuat segalanya terasa sia – sia.

Tapi hanya ada satu kesamaan dalam setiap kisah yang menggariskan sejarah dalam hidupku.
Kisah yang mengisi serta memenuhi buku kehidupanku.
Kisah yang menorehkan apa yang kusebut kenangan.
Aku belajar dan akhirnya berhasil mengerti tentang sesuatu.
Sesuatu itu adalah perjuangan.

Sering kali saat merasa khawatir, lelah, ragu, jenuh, marah, atau pun segala emosi lainnya, kita akan kesulitan untuk mengendalikan diri.
Juga seperti saat aku mengalami sebuah perbedaan yang membuatku pernah berpikir untuk mengakhiri segalanya.
Namun Tuhan seperti mencegahku. Dan akhirnya aku melakukan sesuatu yang lain.
Berdoa. 

Berbicara kepada-Nya, menangis sejadi – jadinya di hadapan-Nya.
“Tuhan, apa boleh aku tetap melanjutkan semua ini sampai nanti Engkau yang mengisyaratkan aku kapan aku harus berhenti berjuang?”
Dan butuh keikhlasan yang kutanamkan dalam hati dan pikiranku untuk mengambil keputusan: Aku memilih berjuang. Sampai batas di mana waktu yang akan menunjukkan kapan aku harus mengakhiri segala perjuangan.
Mulai sejak awal yang bahagia hingga selesai dengan akhir yang tak menyenangkan, aku tetap berpegang teguh bahwa segala sesuatunya memang telah ditakdirkan oleh Tuhan.
Dan juga bahwa perjuangan tetap harus ada dalam mencapai sesuatu termasuk untuk sampai pada akhir sebuah cerita.
Mungkin pernah atau sering terbersit  sesuatu yang menimbulkan rasa ‘sia – sia’ atau ‘penyesalan’ untuk sesuatu yang telah dimulai. Namun keraguan dan ketakutan yang tertanam di dalam pikiran itu hanya akan membentuk sugesti terus - menerus nantinya.
Karena sesungguhnya cinta butuh percaya.
Untuk apapun yang terjadi kemarin; sekarang; atau nanti, baik itu hal yang membuatmu tersenyum atau meneteskan air mata, semuanya tetaplah akan menjadi sesuatu yang memberikan warna dalam hidupmu. Sesuatu yang menghidupkan dirimu.
Karena sesungguhnya cinta tak pernah mengenal kegagalan atau penyesalan. Yang ada hanyalah pelajaran berharga di balik cinta.
Tulisan ini spesial didedikasikan untuk beberapa teman - teman dan siapapun baik yang aku kenal maupun tidak. Mungkin kalian tengah mengalami dilemma dalam cerita cinta kalian. Mungkin aku juga tak dapat benar - benar mengerti karena aku memang sedang tak ada dalam posisi kalian. Tapi percayalah Tuhan pasti punya sesuatu yang terbaik untuk kalian! 
Dan berjuanglah hingga akhir! :)))
________________________________________________________________________________________________
Selama masih punya cinta, kepercayaan, dan harapan mengapa harus menyerah untuk sesuatu yang belum kita tahu akhir ceritanya?
______________________________________________________________________________________________ 

The Little Thing Called Love Episode 6: Letter To You :')


"When was the last time you thought of me?
Or you have completely erased me from your memory?"
- Adele -
________________________________________________________________________________________________________

Teruntuk:
Kamu yang menciptakan rasa di dalam hatiku,
namun mulai melupakan hal – hal manis di antara kita.
........................................................................................
.............................
.........................................................................................
Entah kamu masih mau membaca cerita tentang kita atau tidak.
Aku tetap menuliskannya.
Karena bahkan kita seperti tak begitu punya waktu untuk saling bertatap muka membicarakan segala yang hampir memporak - pondakan hubungan kita saat ini.

Entah kapan kemungkinan kamu akan membaca "surat" ini.
Aku tetap menuliskannya.
Karena di saat bibirku belum diijinkan untuk mengatakannya secara langsung dan terhalang oleh keadaan, aku masih bisa menulisnya.
Meski rasanya seperti harus bekerja dua kali lipatnya karena tulisan akan mengundang lebih banyak kata dibandingkan mengatakannya secara langsung.
________________________________________________________________________________________________________
Hey.
Sedang apa kamu di sana?
Merindukanku? Atau melupakanku?
Entahlah. Ini benar – benar aneh.
Runtunan rasa cemas dan gelisah seperti mengusik hati dan pikiranku.
Sejak kurasakan kamu berubah menjadi berbeda.
Tak lagi seperti saat awal aku mengenal kamu.
Hingga aku tak mampu lagi membendung segalanya.
Meski aku telah berusaha menyingkirkan itu semua dengan menghibur diriku sendiri,
mengingat setiap kenangan kecil namun manis yang pernah kamu lakukan untukku.
Memaksaku untuk tetap percaya bahwa kamu masih sama seperti dulu.
Tapi nyatanya hal itu tak membuatku merasa jauh lebih baik.
Malah seperti menambahkan goresan luka yang telah ada sebelumnya.
Tak sedikit yang merasakan bahwa pria memang takkan memperlakukan pasangannya seantusias dulu saat mereka belum mendapatkan.
Sesuatu memang terlihat menarik sebelum mendapatkan. Diabaikan begitu mendapatkan. Dan menyesal setelah kehilangan. Begitu kan manusia? :)
Namun, ada satu hal yang seringnya tak disadari oleh kamu dan juga mungkin pria – pria di luar sana.
Bahwa wanita termasuk aku akan begitu mengingat dan menyimpan segala hal di waktu pertama kali kamu memperlihatkan usaha yang begitu mati – matian untuk mendapatkan aku.
Aku mencoba untuk mengerti, menganggapnya sebagai siklus yang biasa dalam hubungan antara pria dan wanita meski begitu bertentangan dengan hati.
Namun, kebiasaan – kebiasaan kecil yang kurasakan istimewa,
yang sama sekali tak pernah kubayangkan akan memudar,
tiba – tiba menghilang begitu saja.
Dan sejak itu, sosokmu yang kukenal dulu seperti pergi tanpa permisi.
Tanpa sempat kubilang “Jangan pergi.....”

Aku sempat memberitahukan kamu bukan tentang apa yang kurasa?
Kamu menenangkan aku, tapi sepertinya hal itu hanya bertahan selama beberapa lama.
Walau begitu masih kucoba tuk bertahan, memberikan sugesti kepada pikiranku sendiri bahwa ini hanyalah mimpi buruk dan perasaan belaka.
Hanya perasaan rindu kepada waktu saat aku mendapati kamu selalu memiliki cara – cara yang manis untuk membuatku tersenyum.
Tapi perubahanmu kian menjadi. Aku kehilangan. Benar – benar kehilangan. :’)

Pesan – pesan singkat darimu berubah menjadi pesan – pesan yang teramat singkat.
Kita seperti kehilangan pembicaraan dan tak dapat menemukannya lagi.

Aku juga tak lagi pernah dikejutkan dengan Voice Note darimu yang suka tiba – tiba membuat LED handphoneku berkedip tanda kamu mengirimkannya untukku tanpa harus kuminta dahulu.

Aku tak lagi pernah menerima telepon darimu, baik saat kamu kurasakan begitu ingin mendengar suaraku, berbicara denganku.
Atau juga bahkan kamu akan meneleponku berkali – kali saat aku begitu lama tak membalas pesanmu kan?
Tak sekalipun aku anggap kamu terlalu berlebihan dalam menjagaku.
Aku menikmatinya sampai kemudian mendadak itu semua hilang. Entah kenapa :’)
Juga saat kamu begitu sering mengatakan “Aku kangen.....” dan “Aku pengen banget ketemu kamu....” yang membuatku merasa dibutuhkan turut menghilang.
Seringnya aku yang mengucapkan kalimat rindu lebih dulu baru kemudian kamu membalasnya.

Aku tahu mungkin yang ada di pikiranmu saat membaca ini hanyalah perihal tingkahku yang terlihat seperti anak kecil.
Atau kamu menertawakan aku karena meributkan hal – hal yang mungkin kamu pikir ini tidaklah penting namun sebenarnya tanpa kamu tahu ini selalu membuatku tersenyum bahagia.
Tapi bolehkah aku meminta kamu untuk berpikir sejenak? :’)
Di saat ada gadis lain merengek - rengek meributkan kekasihnya yang sekali dua kali tak membalas pesan melalui media sosial,
yang seolah ingin memperlihatkan kepada semua bahwa mereka sedang di mabuk cinta,
aku hanya ingin agar kamu tetap mengirimkan pesan – pesan manis yang lucu seperti dulu.
Segalanya terasa begitu membahagiakan saat kita membicarakan banyak hal yang tentu saja menyenangkan.
Tanpa ada rengekan dariku bahwa kamu harus memperlihatkan kisah kita kepada yang lainnya.
Tanpa ada rasa keberatan bila kamu tak pernah lagi menjawab pesan dalam Twitterku untukmu.
“Karena saat pria dan wanita telah memutuskan untuk menyatukan diri, akan lebih nyaman untuk pria mengutarakan segalanya lewat sesuatu yang tak perlu orang lain tahu.”
Kamu ingat aku pernah mengatakan itu dan kamu mengiyakan? :’)

Di saat ada gadis lain yang tak dapat mengendalikan rasa kesal saat kekasihnya hanya punya waktu sedikit saja untuk sesekali berhubungan melalui telepon,
Aku di sini sabar menanti kamu mempunyai waktu dan pulsa yang cukup lagi untuk meneleponku seperti yang sering kamu lakukan dulu.
Sampai sekarang aku masih mengingat pesan BBM dan menyimpan SMS kamu yang sering sekali mengatakan, “Jessy, aku mau telepon kamu bisa?” atau “Nanti aku telepon lagi yaaa.”
Aku di sini menunggu – nunggu kapan kamu akan berkata, “Sayang, kamu bisa telepon aku?” seperti yang akan kamu lakukan saat kamu sedang tak punya pulsa telepon untuk menghubungi aku.
Aku di sini berusaha mengerti saat kamu katakan, "Aku tuh nggak enak kalau telepon di depan anak - anak. Ini soalnya aku lagi di bengkel yang beda, bukan yang biasanya. Aku juga di sini susah menyingkir kemana - mana buat teleponan sama kamu."
Juga saat aku terlanjur kegirangan saat melihat namamu tertera di layar handphoneku, tanda kamu meneleponku.
Dan saat kuangkat kamu berkata, "Lho? Kamu nelepon? Apa aku? Duh, sori sori kepencet berarti aku." 
Aku hanya menjawab, "Hahaha ya udah ya udah." klik. Telepon terputus. Dan tanpa kamu tahu sama sekali bahwa aku kecewa. :')
Aku di sini bertanya – tanya apa kamu tak lagi merindukan suaraku sebagai penyembuh sejenak untuk rasa rindu yang sering kali begitu memberatkan hati karena keinginan untuk bertemu yang begitu menggebu.
Ataukah memang sekarang hanya aku saja yang merasakannya? :')

Di saat ada gadis lain sibuk meributkan kekasihnya yang jarang mengajaknya menghabiskan waktu malam minggu berdua,
Mendapatkan kabar darimu dan juga pesan – pesan manismu sudah lebih dari cukup untukku.
Tanpa pernah memaksamu untuk selalu mengajakku pergi meski keinginan itu ada.

Di saat ada gadis lain menggerutu ketika pergi dengan kekasihnya tanpa kendaraan pribadi,
Aku hanya menginginkan serta berusaha bertemu kamu bagaimana pun caranya.
Tanpa rasa kesal bila kita berdua diharuskan berjalan dengan kendaraan yang bukan milik pribadi.
Tanpa pernah mau merepotkan minta diantarkan pulang hingga tiba di rumah.
Karena aku mengerti kamu :)

Di saat ada gadis lain yang selalu mengerutkan wajah setiap kali kekasihnya hanya memiliki waktu sebentar saja untuk bertemu,
Aku di sini menunggu. Dan terus menunggu. Juga mencoba mengerti kesibukanmu.
Juga mengerti setiap kali kamu mengatakan, “Aku lagi nggak ada kendaraan.” atau “Aku mesti ke bengkel, sayang.” atau alasan – alasan kamu lainnya.
Meski sesungguhnya aku seringkali berpikir dan mengingat bagaimana kamu begitu antusias memaksaku bertemu untuk pertama kalinya walau tengah malam telah tiba. :’)

Di saat ada gadis lain yang langsung seolah mengibarkan ‘bendera perang’ saat merasa kekasihnya berubah secara drastis,
Aku di sini terdiam terlebih dahulu. Berpikir sejenak.
Berusaha mencerna apa yang sedang terjadi mulai dari awal hingga menyimpulkan sesuatu.
Aku di sini bahkan kembali membuka percakapan lama kita untuk memastikan kata hatiku yang berkata bahwa memang telah terjadi perubahan dalam dirimu yang entah karena apa.
Aku yang dulu di sini tersenyum senang saat membaca percakapan itu.
Aku sekarang di sini menitikkan air mata membaca percakapan lama kita.
Berusaha menggali lagi perasaan gembira yang kudapatkan waktu menerima pesan itu darimu.
Dengan harap senyum itu akan muncul kembali, walau hanya sekilas :’)

Di saat ada gadis lain yang langsung menyerah dan menolak untuk mendengarkan karena terlanjur sakit hatinya.
Aku masih di sini mencoba untuk mendengarkan segala alasan - alasanmu dan meminta logikaku untuk berusaha mencerna, dan meminta hatiku agar bertahan dan jangan sampai bertambah koyak.

Lama – kelamaan segalanya seakan membuatku mati rasa.
Jenuh. Sempat kuminta untuk kita tak saling mengirimkan pesan sejenak dengan maksud untuk menenangkan hatiku.
Namun hasilnya nihil. Kehampaan malah semakin begitu terasa.
Kekosongan seakan memenuhi relung hatiku.

Hingga terakhir kali, dua minggu lamanya hanya saling berkabar melalui pesan.
Yang juga saat itu adalah waktu di mana aku telah kehilangan kebiasaan – kebiasaan manismu yang menyenangkan.
Aku tetap bertahan.  Sabar menanti waktu kita bertemu yang bahkan entah kapan aku tak pernah dapat menerka. :’)

Aku benar – benar menyadari segala perasaan, emosi, serta amarah seperti bercampur menjadi satu di dalam hati.
Dan lagi – lagi aku masih berusaha menahannya.
Rasa sakit yang belakangan ini sering kurasakan di kepala dan nyeri yang begitu menyesakkan di dada setiap kali terbebani dengan sesuatu yang terlalu berat menjadi alasanku juga mengapa aku bertahan.

Pertengkaran kita semakin sering terjadi.
Aku tak pernah mengerti kenapa kamu menganggap aku begitu tak mengerti kamu di saat bahkan aku tak pernah memintamu hal – hal yang sulit bukan? :’) 
Apa segalanya yang telah coba kumengerti membuatmu bersikap seenaknya terhadapku? Dan lalu kemudian kamu katakan aku tak mengerti kamu, begitu? HAAAAH !!! :"D

Aku benar - benar kecewa saat kamu selalu mengatakan “Kaya anak kecil lo!” atau “Labil ya kayak anak SMA!”
Apa kamu tahu? Seringkali di saat kamu berkata seperti itu, orang yang kamu anggap labil dan bertingkah seperti anak kecil ini, sesungguhnya tengah sibuk menutup rapat – rapat kedua telinga dengan kedua tangan yang aku punya saat di luar kamarku suara gaduh dan bising membuatku harus tetap membuka mataku, berjaga – jaga bila sesuatu yang tak diinginkan terjadi.
Sedari aku masih amat sangatlah kecil, aku dengan begitu polosnya memberi ruang bagi kecemburuan tuk masuk dalam diriku.
Aku iri melihat teman – temanku mendapatkan tawa bahagia milik mereka.
Namun aku?
Diperlihatkan kepadaku begitu banyak hal yang seharusnya tak boleh kulihat.
Porak – poranda dalam tempat tinggal yang seharusnya menghangatkanku.
Diperdengarkan kepadaku suara – suara kegaduhan yang begitu memekakkan telinga,
dalam tempat tinggal yang seharusnya memberiku ketenangan.
Dipertanyakan kepadaku sebuah pilihan untuk memilih dengan siapa aku ingin tinggal,
di saat seharusnya yang kuterima adalah ajakan bepergian ke Taman Bermain atau Dunia Fantasi.
Keadaan seperti memaksaku untuk menjadi dewasa lebih cepat sepuluh kali lipat dari yang semestinya di saat seharusnya yang aku dapatkan adalah tawa renyah waktu bermain ayunan ataupun senyum lebar saat dibelikan permen manis.
Saat itu yang kurasakan hanyalah kesesakan yang terus – menerus menyusup ke dalam hati.
Sesak itu seperti memiliki bilah mata pisau yang runcing.
Sehingga ia merobek hatiku begitu dalamnya, mencabik, serta memberiku rasa sakit yang amat sangat.
Aku terluka.
Meneteskan air mata dalam keheningan seperti sebuah rutinitas untukku.
Membisu dan berpura – pura menganggap segalanya tak ada selalu kulakukan,
setiap kali berinteraksi dengan orang – orang di luar sana.
Aku memberikan sugesti terhadap pikiranku sendiri bahwa aku akan baik – baik saja.
Luka itu tetap ada hingga sekarang aku benar - benar beranjak dewasa.

Aku bahkan tak dapat menyeka air mata yang mengalir deras saat itu karena aku tak mau menurunkan kedua tanganku yang menutup telinga. Aku ketakutan, kamu tau? :’)
Sesungguhnya aku tengah bersusah payah mengatur nafas serta mengendalikan emosiku saat masalah seolah menyerangku bertubi – tubi dari segala arah.

Aku begitu mengingat ketika kamu mengatakan “Kalau ada apa – apa kamu bilang ya sama aku. Aku lebih suka kamu langsung ngomong, aku nggak mau semuanya dipendem dan baru dibicarain setelah menumpuk nantinya.”
Sampai akhirnya kita pun bertemu juga kemarin, tepatnya di tanggal 10 Januari 2013.
Tapi ternyata aku tak begitu memiliki banyak kesempatan untuk mengutarakan segala yang kurasakan. Tanpa kamu sadari bahwa aku begitu punya banyak hal yang mengganjal di hatiku.
Dan sekarang di saat aku begitu ingin memberitahukannya kepadamu walau ku tahu mungkin akan begitu sulit untukku mengutarakannya, kamu bersikap seolah tak ingin mendengarkan.
Bagimu sekedar membicarakan lewat pesan atau telepon sudahlah cukup.
Tanpa pernah berpikir apa aku juga merasa “cukup” dengan hanya begitu saja?
Bukankah kamu yang meminta aku untuk mengutarakan segala yang kurasa?
Bila saja kamu tak mengatakannya, mungkin aku tak perlu merasa terluka saat kamu ternyata terkesan tak ingin tahu.
Aku tak salah bukan bila sedari awal aku begitu takut dan merasa kesulitan mengatakan apa yang sebenarnya terbersit di pikiranku kepada orang lain?
Karena akan lebih baik untukku memendam itu semua sendiri daripada harus mendengar janji manis yang berujung hantaman luka untuk hatiku saat kata – kata itu seperti dilupakan begitu saja :’)

Aku juga tak bisa mengerti mengapa kamu berpikir bahwa aku seolah mencari – cari perkara tanpa pernah bisa mengerti kamu sama sekali.
Kamu anggap aku begitu marah hanya karena semalam pesanmu begitu teramat singkat.
“Aku kan udah bela – belain kemarin lagi nyetir aku tetep BBM kamu. Sekarang apalagi sih. Ya Tuhaaaan,” begitu kan katamu?
Kamu tahu? Sesungguhnya aku malah tak ingin kamu memaksakan diri untuk mengirim pesan di saat kamu sedang mengendarai mobil. Begitu juga saat kamu sedang menghabiskan waktu bersama teman – teman.
Mungkin kamu tak ingat saat aku berkata, “Kamu kalau lagi kumpul sama teman – teman nggak apa nggak BBM-an dulu. Nanti aja kabarin aku lagi daripada kamu balesnya lama kaya gini. Aku malah nunggu – nunggu.”
Mengapa? Karena aku memperhatikan kamu. :)

Juga karena sesungguhnya aku betul - betul kecewa.
Kita bertemu kemarin hanya sekadar melepas rindu.
Dan aku ingat betul kamu mengatakan, "Besok jumat kita ketemu lagi ya."
Aku senang, karena rencana untuk mengajakmu membicarakan masalah kita langsung terbersit sesaat setelah kamu mengatakannya.
Namun saat aku berusaha membuat kamu ingat akan apa yang kamu katakan, kamu malah menyangka hal yang buruk terhadapku. Sakit sekali rasanya.
Apalagi setelah kurasakan kamu bertambah semakin berubah dan berubah.
Bahkan untuk memahami perasaanku saja tak mampu.
Bahkan kamu seolah menuduhku dengan berkata, “Aku tahu memang kamunya aja yang udah berubah sama aku. Aku ngerasa kok,” tanpa kamu tahu bahwa aku sesungguhnya bersikap seperti itu karena aku lebih dulu merasa kamu berbeda.
Dengan berat hati aku mengikuti perubahan sikapmu yang sebenarnya menyakitkan hatiku.
Aku memaksa diriku untuk menyesuaikan diriku dengan keadaan yang sebenarnya menyesakkan dadaku yang terus menahan agar segalanya jangan sampai meledak.

Menjadi seorang pengendali perasaan dan emosi untuk diri sendiri itu bukanlah hal yang mudah, tapi entah kenapa orang lain seringkali menyepelekan. Aku hanya khawatir saat tiba waktunya di mana aku tak lagi dapat menampung semuanya.
Hingga akhirnya segalanya memang meledak. Bahkan tanpa pernah kusangka.
Aku mendadak seperti kehilangan kendali. Tak dapat mengenal dan membedakan serta mengekspresikan emosi dengan baik.
Aku seperti bukan diriku.

Pertengkaran kita semakin hebat. Dan ketidakpedulianmu juga seolah begitu terlihat hebat di mataku.
Aku sempat memintamu untuk tetap menemuiku bukan semata karena aku mementingkan egoku.
Namun karena aku teramat sangat menyadari, segalanya akan bertambah lebih buruk dari ini bila kita tidak membicarakannya secara langsung.
Namun ternyata, kamu tetap mengatakan, "Aku nggak bisa...." 
Baiklah aku mengerti. Seperti biasanya aku mengerti kamu, Jonathan Sylvester :)))
Dan mungkin akan seperti biasanya juga kamu anggap aku tak mengerti kamu :)

Maaf bila kata - kata yang kuungkapkan di sini menurutmu terlalu banyak atau mungkin membuang waktumu saja.
Namun memang inilah kenyataannya.
Ini alasan mengapa aku begitu ingin bertemu kamu, membicarakan segalanya secara langsung agar semuanya bisa membaik. Dan agar kamu pun mengerti yang sesungguhnya.
Juga agar aku dapat mengetahui isi hatimu serta mengajakmu mencari solusi untuk kita berdua.

Aku bahkan tak lagi bisa marah terhadapmu.
Karena mati rasa yang semakin kurasakan begitu dalam.
Aku memilih untuk diam. 
"Kalau pasangan kamu marah, santai ajalah. Lebih baik liat dia marah daripada dia diem. Karena kalau udah diem artinya benar - benar kecewa :)" 
Aku tersenyum hambar bila mengingat kata - kata buatanku sendiri dua hari yang lalu :')
 ________________________________________________________________________________________________________

"I gave you the space so you could breathe,
I kept my distance so you would be free,
And hoped that you'd find the missing piece to bring you back to me"
- Adele- -________________________________________________________________________________________________________

Saling berkomunikasi lewat pesan atau telepon bahkan sudah tak lagi mampu mengobati sakitnya aku. Dan menenangkan hatiku yang terluka.
Namun aku tak lagi ingin memaksa agar tak dianggap anak kecil lagi olehmu.
Segalanya kuserahkan padamu, ya.
Hubungi aku jika kamu yang amat sangat sibuk itu telah memiliki serta akan merelakan waktu sedikit saja untuk aku yang entah masih berada dalam hatimu atau tidak.
Katakan padaku jika kamu sudah siap untuk dua kemungkinan: mengajakku memperbaiki hubungan kita atau mengakhirinya. 
Aku menunggu kamu :))) 
_________________________________________________________________________________________________
Why don't you remember?
The reason you loved me before,
Baby, please remember you used to love me before. 
- Adele -
________________________________________________________________________________________________________
Dari:
Aku yang berusaha mengungkapkan rasa ke dalam hatimu.
dengan mengingatkan kembali hal - hal manis di antara kita.
:)

Back to Top