Ketika Hati Berbisik :')




TAKDIR.
Tuhan mempertemukan aku dan kamu.
Memberikan kesempatan tuk kita berjalan, berdua, merengkuh apa yang dinamakan CINTA
Membiarkan angan dan asa mengalun membentuk irama dengan ukiran nama KITA.
Sampai kita terhenti saat kuterima sebuah PENOLAKAN karena perbedaan.
Sesungguhnya aku begitu kesulitan menemukan titik penghubung antara perbedaan dengan perpisahan.
Ya, kau boleh sebut aku Si-Liberalis-Yang-Mengagungkan-Kebebasan.
Kebebasan atas nama perbedaan. Termasuk kebebasan untuk mencintai.
Acap kali aku berharap ini hanyalah sebuah retorika belaka.
Tak perlu jawaban. Karena aku pun enggan memberikan jawaban.

Secercah HARAPAN rupanya masih menyala dalam riuhnya sorak – sorai penolakan.
Seakan tak mau kalah, ia memperlihatkan bara apinya yang sesungguhnya hampir padam termakan keputusasaan.
Mencoba beranggapan ini hanyalah tantangan yang harus terlampaui.
Tak ada sedikitpun kata menyerah walau tertatih melakukan PERJUANGAN.
Demi mempertahankan hal yang mereka bilang takkan mungkin bersatu.

Saling memberikan kekuatan dengan mengucap JANJI  tuk mempertahankan, mengisi sisa hari tuk melakukan hal - hal menyenangkan.
Seolah tak peduli akan perbedaan yang berusaha memisahkan.
Bersama hingga tiba waktu yang akan menentukan kapan kita harus berhenti berjuang.
Hingga tibalah saat kita diharuskan tuk mencoba berjalan menelusuri setapak demi setapak cerita kehidupan masing – masing.
Tidak lagi berdua. Tidak lagi ada kita.

Sesekali aku dan kamu seperti masih saling melemparkan perhatian di tengah upaya untuk membiasakan diri tak lagi saling menumbuhkan cinta.
Namun kejanggalan demi kejanggalan seperti sengaja diperlihatkan untukku.
Seperti begitu amat mudah bagimu bangkit berdiri dan terlihat baik – baik saja bila dibandingkan saat sebelumnya ketika kita berdua TERJATUH, meneteskan air mata atas perbedaan yang tak menyenangkan ini.
Berkali – kali kulihat kamu seperti sengaja membawa dirimu sendiri untuk mencari cerita cinta yang baru. 
Hanya dalam selang jeda waktu yang terlalu dekat dengan hari kita berpisah.
Seolah kamu lupa akan setiap kata demi kata yang t’lah terucap.

Aku dan kamu memang tak pernah mengucapkan selamat tinggal.
Hanya saja perubahanmu seperti sebuah sugesti yang mengharuskan aku menyadari bahwa kita memang telah berpisah.

Dan aku pun sampai pada titik di mana logika berhasil mengambil alih pikiranku yang hampir kacau balau.
Rasanya seperti bermain teka – teki, memecahkan misteri.
Mengumpulkan clue dari setiap hal yang mulanya kusebut prasangka.

Dan aku berbisik pada diriku sendiri.
"Bukankah yang terdekat selalu mempunyai kesempatan untuk menjadi yang paling menyakiti?”
"Bukankah semakin percaya memberikan peluang untuk terciptanya sebuah pengkhianatan?"
"Bukankah semakin cinta akan menambah peluang untuk membesarnya sebuah luka?"
"Bukankah perjuangan takkan ada artinya bila hanya salah satu yang berjuang?”
Mungkinkah benar perbedaan bukanlah satu - satunya alasan kita tak lagi bersama?

Dan aku takkan mempertanyakan ketulusanmu saat kamu melakukan hal - hal tuk membuatku tertawa.
Juga takkan menghapus memori ketika kamu memberikan hal - hal manis untukku.
Juga ketika kita menangis bersama.
Ketika kamu dan aku memperjuangkan KITA.
Sebab hanya saat itulah aku yakin kamu tak sedang berpura - pura.
Sebab menghapusnya akan sama dengan menghancurkan satu - satunya memori yang layak untuk dijadikan kenangan.

Kepergianmu membuat mataku terbuka.
Ketidakpedulianmu membuatku tersadar.
Tanpamu aku baik – baik saja.
Dan cukup sekali aku menyangkal apa yang kusebut  KATA HATI.
Ketika ia berbisik menyuruhku berjalan pergi meninggalkanmu. Dan segalanya tentangmu. :')



Website Bukune (http://www.bukune.com/)
Fan page Facebook Bukune (http://www.facebook.com/bukunepenerbit)
Tumblr Bukune (http://bukune.tumblr.com/)

Back to Top